Lihat ke Halaman Asli

Nevanya Kayla Afi

Mahasiswa UI

Normalisasi Imperialisme AS dan Teori Orientalisme pada Palestina-Israel

Diperbarui: 4 April 2024   15:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penyerangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel menjadikan titik awal terjadinya perang terbuka antara Palestina dan Israel. Benjamin Netanyahu, sebagai Perdana Menteri Israel menyatakan perang terhadap Palestina. Pihak Israel mengklaim bahwa sebanyak 3.100 roket ditembakkan ke Gaza, dalam kurun waktu hanya sepekan setelah dinyatakannya perang oleh pihak Israel. Berdasarkan data PBB, akibat dari dinyatakannya perang tersebut, sebanyak 85% dari penduduk Gaza dikabarkan telah mengungsi akibat terkena dampak perang Palestina dengan Israel.


Namun nyatanya, kondisi semakin diperburuk dengan banyaknya dukungan dari tokoh-tokoh politik yang menyatakan dukungannya terhadap Israel. Salah satunya adalah dukungan terbuka presiden Amerika Serikat, Joe Biden. Selain memberikan dukungan militer, Joe Biden juga mengatakan dukungan secara eksplisit melalui surat terbuka untuk para pendukung Israel. Mengutip dari CNN Indonesia, Joe Biden mengatakan bahwa: “Amerika Serikat mendukung Israel. Kami akan terus memastikan bahwa Israel memiliki apa yang dibutuhkan untuk mempertahankan diri melawan terorisme sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional". Hal ini membuat gerakan zionis atau pro-Israel kemudian didukung oleh pemerintahan Amerika Serikat. Selain Joe Biden, Gal Gadot sebagai tokoh selebriti Amerika Serikat yang berkebangsaan Israel juga kerap menyatakan dukungannya terhadap Israel di media sosial. Mirisnya, dukungan-dukungan yang diunggah oleh Gal Gadot pada media sosial tersebut mendapatkan banyak dukungan. Walaupun secara jelas tokoh-tokoh tersebut mendukung Israel terhadap Palestina, pihak-pihak tersebut sepenuhnya sadar pula bahwa aksi mendukung Israel sama dengan aksi yang mendukung neo-imperialisme, atau dengan kata lain bentuk penjajahan pada masa sekarang. Di sini terciptalah sebuah pertanyaan oleh penulis, “Apakah benar negara Barat cenderung melakukan normalisasi bentuk imperialisme baru terhadap negara Palestina? Dengan inilah, teori orientalisme oleh Edward Said dapat menjelaskan diskursus antara keberpihakan Amerika Serikat (Barat) terhadap Israel, dan bukan terhadap penduduk Palestina, sebagai penduduk orient atau Timur.


Sebelum masuk ke dalam penjelasan Edward Said tentang orientalisme, perlu diketahui pula sejarah awal ketegangan antara Palestina dengan Israel. Sejarah kelam yang dapat menjelaskan ketegangan Palestina-Israel kini adalah Peristiwa Nakba. Peristiwa Nakba terjadi sekitar 75 tahun yang lalu, lebih tepatnya pada saat Israel memperingati tahun kemerdekaannya di tahun 1948. Peristiwa Nakba dinamai setelah istilah an-Nakbah, yang dalam bahasa Arab berarti ‘malapetaka’. Peristiwa Nakbah, atau ‘Eksodus Palestina’ ini menimbulkan kerusakan yang hebat di Palestina, dengan penghancuran rumah-rumah penduduk, yang mengakibatkan terpaksanya warga-warga Palestina mengungsi ke negara-negara tetangganya. Peristiwa ini memberikan luka mendalam terhadap warga Palestina, dan menyebabkan ketegangan yang lebih besar lagi di antara Palestina dan Israel.


Masuk ke dalam pembahasan dukungan Barat terhadap imperialisme baru dengan kacamata orientalisme. Pertama-tama, orientalisme merupakan sebuah teori yang digagas oleh seorang akademisi yang berkebangsaan Amerika-Palestina yang bernama Edward Said. Dalam buku Edward Said yang berjudul Orientalism (1977), istilah orientalisme didefinisikan sebagai sebuah konsep yang memberikan sebuah ‘perbedaan besar’ terhadap Barat dan Timur. Said (1997) menyebutkan bahwa negara Eropa atau negara Barat mendefinisikan diri mereka sebagai ras yang ‘superior’ jika dibandingkan dengan ras orient, atau Timur. Representasi yang diciptakan oleh Said ini menciptakan sebuah diskursus–terdapat dua hegemonik yang diciptakan, yaitu bagaimana Barat menciptakan sebuah bentuk imperialisme baru yang ‘sah’ secara hukum, serta menciptakan sebuah false conviction atau pemahaman yang salah oleh pihak Barat, di mana “Barat mampu membantu dan membawa peradaban yang ‘lebih baik’ ke negara-negara Timur” (Bertens, 2008). Maka dari itu, teori orientalisme dapat menjelaskan fenomena Amerika Serikat dan Israel dalam melancarkan aneksasi dan genosida terhadap rakyat Palestina, sebagai bentuk dari imperialisme baru.


Selain itu, dukungan-dukungan kerap diberikan oleh Amerika Serikat terhadap Israel. Ditambah pula, sebuah rahasia umum, di mana media-media berita yang mayoritas terpusat di Barat, memberikan sebuah framing yang bahwasannya menggambarkan Israel sebagai negara yang modern, dan negara Palestina sebagai negara yang inferior dan terbelakang. Hal ini sejalan dengan teori orientalisme Said, yang mengatakan anggapan bahwa occitant (Barat) lebih superior dibandingkan orient (Timur). Persepsi Barat yang keliru ini kemudian ‘dinormalisasi’ oleh media, sehingga menciptakan sebuah labeling yang salah terhadap orang-orang Timur. Persepsi-persepsi yang keliru ini kemudian menciptakan sebuah justifikasi bentuk baru penjajahan Barat terhadap Palestina, diakibatkan kurangnya pemahaman yang baik dari Barat, yang di sini adalah Amerika Serikat.


Setelah memahami teori orientalisme dan bagaimana neoimperialisme dilakukan oleh pihak Amerika Serikat dan Israel terhadap Palestina, penulis berharap tulisan kritis ini dapat menambah awareness serta pemahaman tentang kondisi yang sepenuhnya terjadi antara Palestina dan Israel-Amerika Serikat yang berlanjut hingga kini. Bentuk imperialisme baru yang dilakukan oleh Amerika Serikat perlu disuarakan lebih lanjut, sehingga dapat dengan ini dapat membantu menciptakan persepsi yang baru, yaitu “Tidak ada negara yang lebih inferior, atau, tidak ada negara yang lebih superior di dalam aspek kemanusiaan”. Maka dari itu, penghapusan segala bentuk kekerasan, genosida, dan imperialisme yang dilakukan Israel dan didukung oleh negara-negara Barat perlu dihapuskan, mengingat kesetaraan hak universal yang dimiliki oleh setiap manusia di belahan bumi manapun.

References
Bertens, H. (2008). Literary Theory The Basics 2nd Ed. New York: Routledge.
CNN Indonesia. (2023, November 19). Biden Tulis Dua Surat Berbeda ke Pendukung Israel dan Palestina. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20231119161202-120-1026268/biden-tulis-dua-surat-berbeda-ke-pendukung-israel-dan-palestina
Said, E. W. (2010). Orientalisme : Menggugat Hegemoni Barat dan Mendudukkan Timur
sebagai Subjek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Said, E. W. (1977). Orientalism. The Georgia Review, 31(1), 162-206.
Said, E. W.. (2003). Orientalism: Western conceptions of the Orient. Penguin Books Limited.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline