Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Biru Kelabu Rindu

Diperbarui: 1 Desember 2018   15:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Aku tidak pernah tahu jika biru bisa menular. Entah langit menularkan birunya ke laut. Atau, laut menularkan birunya ke langit. Namun, ketika aku menyaksikannya senyata aku menyentuh cincin keperakan di jari manis tangan kananku, aku bisa memahami dan mengerti bahwa peristiwa yang tampak sederhana tersebut adalah keniscayaan. Demikianlah aku menyaksikan birunya langit menyatu dengan birunya laut.

Pun, aku tidak pernah tahu jika rindu bisa menular. Menular pada benda, menular pada kesukaan, menular pada pepohonan, menular pada bunga, menular pada kunang-kunang, menular pada bintang, menular pada kupu-kupu, menular padamu. Padamu. Dariku.

Rindu..

Rinduku membiru, menyisakan jejak memanjang di sepanjang kalbu.. Sama seperti langit menularkan birunya pada laut dan laut menularkan rindunya pada langit,, rinduku beberapa tahun lampau mengalir melintasi hari, bulan dan tahun; dan menularkan rindu pada diriku kini. Rindu pada dirimu. Rindu yang tidak lekang mesti waktu membisu dan membatu.

Rinduku, dua puluh tahun yang lampau.

Ingatan tentang engkau yang pernah ada dan bersisian di kehidupanku membawaku pada kenangan ketika engkau dan aku menikmati sore di taman kota, berbincang di bangku abu-abu. Mimpi dan harapan yang kita susun di rak ingatan, yang sangat kuharapkan berdebu.

Rindu yang membuat seseorang dengan mudahnya terpukau. Seperti rinduku padamu, sepuluh tahun yang lalu. Rasa dalam hati semarak dengan merah jambu lalu merona, melembut dan beku.

Rinduku padamu, lima tahun yang lalu, berkilau. Engkau seumpama bintang yang pancarannya tiada sanggup ditahan oleh jari-jemari yang berpadu. Rindu yang tak setitikpun engkau tahu. Setelah beberapa purnama, aku memahami keadaan ini tak mungkin kuteruskan di hari-hariku. Maka, pergilah, rindu..

Aku pasti baik-baik saja tanpamu..

Dua tahun lalu, datang rindu. Mencengkram kalbu. Tak ingin kulepaskan engkau. Berkata aku pada semesta, "kami, jangan kau ganggu". Rindu yang kubawa senantiasa karena kusimpan di dalam saku. Memberat rinduku seumpama batu dalam sepatu. Ketika jejak-jejak di waktu lalu melambat berlalu, jejak-jejak di waktu depan menapak lembut mengharu biru . Aku tergugu. Dan kelu.

Banyak kesulitan yang telah kulalui demi melepasmu, rindu dua-tahun-laluku. Melepasmu berlalu. Namun, tidak rinduku padamu. Rindu yang terpatri dengan warna-warni elok, yang memberiku asa untuk mengkristalkan kerinduanku padamu. Selamanya. Sampai ke masa ketika tiada lagi kenangan terjangkau.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline