Lihat ke Halaman Asli

nety tarigan

Perempuan AntiKorupsi

Apa Iya, Tone Deaf Lebih dari Sekadar Tidak Peduli?

Diperbarui: 10 September 2024   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Sejak goncang gancing politik untuk mempertahankan putusan MK, beberapa kalangan dari aktivis mulai mengangkat istilah "tone deaf" dan menyebarkan istilah tersebut kepada  beberapa pengambil keputusan yang tidak mau mendengarkan suara rakyat. 

Beberapa literatur yang diangkat oleh beberapa  media sosial  menyatakan bahwa "tone deaf" dapat diartikan tidak peduli atau acuh terhadap kesulitan atau emosi seseorang. Tone deaf sendiri lahir pertama kali pada tahun 1890 an kata tersebut sebenarnya gabungan yang diartikan tidak mau mendengar atau peduli dengan sesuatu.

Pada zaman sekarang khususnya terkait dengan perubahan iklim politik di Indonesia, apa iya, tone deaf hanya sekedar diartikan "tidak peduli dengan sesuatu hal?"

Merujuk kepada dictionary dot com, tone deaf ternyata memiliki makna yang khusus yang dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut memiliki "bias" terhadap penderitaan orang lain. Bias tersebut dikatakan lahir karena "kurangnya empati" atau "tidak dapat merasakan penderitaan  orang lain". 

Kurang empati atau tidak dapat merasakan apa yang penderitaan orang lain bertentangan dengan sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Maka jika tone deaf ini merebak di kalangan pejabat atau pengambil keputusan maka dapat menimbulkan kesenjangan keadilan. 

Dari kesenjangan keadilan inilah menjadi bibit konflik dan perpecahan di negara kita. Untuk itu mari kita tingkatkan kepedulian kita dengan sesama.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline