Lihat ke Halaman Asli

nety tarigan

Perempuan AntiKorupsi

3 Hal Mengapa Perempuan Sulit Keluar dari KDRT

Diperbarui: 18 Juni 2024   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa hari lalu saya mendapat telphone Malam dari seorang teman yang pernah sekantor. Telphone diterima kira - kira pukul 12 Malam, Karena saya sudah tidur maka saya baru menyadari bahwa teman saya telp ketika Pagi hari. Kaget bukan kepalang setelah melihat pesan dia yang berisikan video rekaman cctv dia dipukul keras oleh suaminya berkali kali dibagian kepala teman saya.

Sontak saya menelphone rekan saya ingin mengetahui keadaannya dan membawa Dia Untuk visum dan lapor polisi. Hari itu saya beruntung bertemu berbicara lewat telphone dan berbicara bagaimana kondisi Dia setelah dipukul keras oleh suaminya berkali kali dari bukti video yang dikirim. Setelah berbicara saya memcoba membujuk Dia Untuk Lapor polisi Karena kekerasan ini telah terjadi berkali kali sejak Dia hamil Sampai anaknya sekarang sudah mau 1 tahun. 

Awalnya Dia Setuju Untuk visum dan Lapor polisi akan tetapi selama proses tersebut akhirnya Dia mencabut laporan dan memilih Untuk tinggal kembali dengan pelaku dengan berbagai alasan. Belajar dari pengalaman tersebut, saya melihat ada tiga (3) hal mengapa Perempuan korban tidak bisa keluar dari KDRT walaupun Dia sadar bahwa badan dan perasaannya sakit Karena dianiaya: 

Yang pertama adalah Tidak Ada dukungan korban dari keluarga seperti ibu dan bapak atau Kakak dan adik Sampai ipar. Korban terkadang menjadi korban berkali kali ketika Tidak Ada dukungan bahwa korban harus ditolong Untuk mencari keadilan Lewat jalur hukum. Contoh saja teman saya yang menjadi korban, ketika Dia memberitahukan bahwa Dia korban akan melapor ke pihak ber wajib dan memperlihatkan video tersebut, reaksi ibunya malah menanggis dan bilang Untuk tidak melapor Karena akan panjang proses nya. Hal yang sama Dia dapat dari Kakak ipar ya ketika Dia mencari dukungan Untuk melaporkan suaminya ke polisi, reaksi Kakak iparnya malah kaget dan balik mengancam teman saya jika ingin melapor. 

Yang Kedua adalah Tidak Ada dukungan dan penegak hukum, ketika teman saya setelah kejadian lari ke kantor polisi terdekat, polisi saat itu yang bertugas menerima laporan malah berkati "Kalau Tidak cocok cerai saja" tanpa membawa Dia ke rumah sakit yang ditunjuk Untuk  melakukan visum. Akhirnya korban pulang tanpa mendapakan bukti lapor Untuk mencari keadilan bahwa kan korban tidak mendapatkan perlindungan saat itu Karena diminta balik ke rumah Dia kembali padahal pelaku Ada di rumah yang sama. 

Yang ketiga adalah tidak Ada dukungan dari diri sendiri. Korban merasa takut hidup sendiri merasa bahwa anaknya butuh sosok bapak jika harus pisah dengan pelaku, merasa setelah kejadian Dia akan bertobat dan berubah Karena korban melihat hal yang sama dari Kakak ipar korban yang dulu pelaku sekarang sudah tidak kdrt ke istrinya, Kemudian korban juga merasa setelah kejadian pelaku terlihat membangun komunikasi walau Tidak minta Maaf. Merasa bahwa masa depan hancur tanpa seorang laki dimasa depan. 

Tiga hal diatas sebenarnya bukan hal baru kita hadapi dalam masalah KDRT dimana hal tersebut membuat Perempuan tidak bisa Keluar dari lingkaran KDRT dalam hidupnya. 

Untuk itu, penting sekali pemerintah kembali memberikan edukasi kepada seluruh elemen masyarakat mulai dari Sekolah tingkat atas agar nantinya ketika berumah tangga maka seluruh ya dapat mendukung korban KDRT. Mungkin setelah lepas dari sekolah tingkat Atas, anda bisa jadi penegak hukum, Kakak atau Adek ipar atau apapun akan tetapi pemahaman bagaimana mendukung korban Untuk mencari keadilan penting sehingga Perempuan dapat keluar dar lingkaran KDRT dimasa depan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline