Setiap tanggal 9 Desember seluruh dunia akan merayakan hari Anti-Korupsi. Biasanya pada tanggal tersebut ada slogan bersama yang dicanangkan oleh negara-negara untuk memberantas dan mencegah korupsi secara collective action untuk melindungi hak asasi manusia dan menjamin terjadinya pembangunan tanpa korupsi.
Di Indonesia sendiri perayaan hari Anti-Korupsi sedunia pada tahun ini merupakan perayaan campur aduk rasanya, pesimis dan optimisme menjadi satu melihat perkembangan penegak hukum dari KPK, Kepolisian dan Kejaksaan sampai Pengadilan. Kenapa tidak, sejak perubahan Undang-undang KPK tahun lalu dan perubahan status kelembagaan KPK menjadi ASN, seperti membawa perspektif kita kepada hal-hal yang pesimis. Kita tidak dapat menutup mata bahwa sistim ASN saat ini mulai dari rekruitment kemudian penyerapan anggaran masih membuka peluang korupsi dan bahkan membentuk perilaku koruptif bagi pegawainya seperti sistim jenjang karir, pola pengajian dan reward.
Tidak hanya itu saja, penangkapan kasus petty corruption yang seharusnya menjadi domain kepolisian jarang terdengar, malahan kita dengar bagaimana grand crime dalam tubuh kepolisian dengan adanya kasus sambo, yang melibatkan para petinggi kepolisian sampai kejang tang paling bawah. Seperti gurita saja, kejahatan yang dilakukan oleh lembaga ini. Lalu bagaimana kita bisa percaya terhadap komitmen mereka untuk mencegah dan memberantas korupsi.
Bukan saja kepolisian tapi juga kejaksaan, ealau beberapa kasus korupsi oleh lembaga ini tapi tidak bisa disangkal kasus korupsi yang melibatkan jaksa cantik yang telah menerima potongan discount penjara yang melibatkan petinggi kejaksaan menggambarkan bagaimana lembaga ini tidak jauh prilaku dengan kepolisian.
Sisi penegakan hukum juga memiliki rapit yang sama pemotongan hukuman oleh hakim pengadilan Tipikor menunjukan bahwa tidak ada komitmen oleh penegak hukum untuk memberikan hukuman jera plus kementrian hukum dan ham yang selalu memberikan remisi dengan alasan kelakuan baik walau mereka menghambat pembangunan negara ini yang menyebabkan banyak orang menjadi miskin. Penilaian kelakuan baik yang dilihat hanya prilaku dalam menjalani hukuman dalam penjara sebenarnya tidak dapat menjadi rekomendasi bagi koruptor bahwa mereka sudah tidak memiliki prilaku koruptif lagi buktinya ada beberapa tang keluar dari penjara dan tertangkap lagi karena kasus yang sama. Maka pertanyaan apakah lapas benar menilai prilaku atau menilai jumlah berapa banyak yang mereka dapat di rekening dari napi korupsi ?
Gambaran semua dari beberapa lembaga sudah pasti akan berdampak terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Akan tetapi kita tetap optimis bahwa masih banyak orang-orang yang ingin menegakan pengentasan dan pemberantasan korupsi dengan berbagai hal yang berbeda-beda, seperti gerakan komunitas, penerapan anti suap di swasta, pelajaran antikotupsi dan lainnya.
gerakan kecil tersebut seperti memberikan secercah cahaya bahwa harapan pencegahan dan pemberantasan korupsi masih bisa dilakikan di Indonesia.
Merujuk dari beberapa negara yang hadir pafa international anti corruption international conference di washington saat ini yang menyatakan bahwa pencegahan dan pemberabtadan anti korupsi bisa dilakukan jika ada komitmen pimpinan, akan tetapi khudus Indonesia, jika pemimpin negara kita belum. memiki komitmen itu, kita tetap harus optimis bahwa kita rakyat memilikinya dan akan bangkit untuk mencegah korupsi
Recovery together, stronger together
to eradicate corruption in Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H