Lihat ke Halaman Asli

nety tarigan

Perempuan AntiKorupsi

Mengupas Pemikiran Partai yang Mencalonkan Eks-Napi Korupsi

Diperbarui: 12 September 2018   04:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Polemik terkait ex-Napi koruptor yang dicalonkan kembali menjadi bakal calon legislatif  oleh beberapa partai saat ini menjadi isu hangat di masyarakat. Lalu pertanyaannya mengapa partai menerima mereka kembali untuk dicalonkan jadi anggota legislatif padahal jelas-jelas hal tersebut melanggar aturan yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Apakah tidak ada calon yang lebih bersih untuk bisa partai ambil dan dukung menjadi bakal calon?

Jika kita mengupas pemikiran partai untuk melihat beberapa asumsi alasan untuk menjawab pertanyaan diatas, maka Kita dapat menemukan beberapa hal yang menarik dari asumsi dasar pengambilan keputusan tersebut:

1.  Kaderisasi partai tidak berjalan dengan baik. Kaderisasi partai Untuk menemukan orang muda yang militan dan memiliki keuangan yang independen memang sangat sulit saat ini.

Anak muda yang kritis, belum cukup mampu Untuk masuk keranah Politik selain itu anak muda yang masuk ke partai belum cukup mumpuni terhadap keuangan; padahal dua kriteria tersebut sangat diinginkan partai Untuk mendukung visibility partai dan mengambil suara di masyarakat. Masyarakat di akar rumput lebih mengenal mereka-mereka ex napi koruptor, Karena mereka dekat dengan konstituen dibandingkan mereka yang baru.

2. Belum memiliki pemaham yang sama antara  kemauan partai dengan keinginan pribadi . Terkait hal tersebut, para kader partai yang baru dianggap belum cukup mumpuni untuk menginternalisasi tujuan goal partai.

Bagi mereka yang ex napi koruptor, mereka sudah cukup mumpuni Untuk maunya partai; tanpa perlu bahasa yang detail, mereka sudah tahu berapa jumlah setoran yang harus diberikan ke partai, berapa jumlah konstituen untuk memenangkan dirinya dan partai serta mengetahui peta approach ke pengambil keputusan baik di KPU, Pemerintahan dan partai.

3. Ex napi koruptor juga sudah membangun modal sosial di partai tidak dapat tutup mata apa yang dicuri dari negara ini dibagikan ke partai. Sehingga partai memiliki rasa tanggungjawab Untuk melindungi dan memberi ruang eksistensi bagi mereka.

4. Ex napi koruptor juga memiliki posisi kedudukan yang baik dalam partai; sehingga partai tidak dapat menutup mata akan posisi yang diemban mereka, akhirnya akses menjadi calon legislatif diberikan kepada mereka.

Berdasarkan asumsi diatas, jelas sulit sekali bagi partai Untuk menolak ketika ex napi koruptor mengajukan diri untuk menjadi calon dari partai tertentu. 

Yang pasti jika Kita, warga masih memilih ex napi koruptor artinya Kita memberikan akses kepada mereka untuk mencuri kembali hak Kita. Kalau mau menjadikan demokrasi yang bersih, pilih calon legislatif yang bersih dari cacat korupsi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline