Lihat ke Halaman Asli

nety tarigan

Perempuan AntiKorupsi

Perangi Nyinyir di Sosial Media

Diperbarui: 27 April 2017   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah hampir seminggu masyarakat DKI Jakarta melewati Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta di lewati, akan tetapi perang nyinyir tetap saja tidak henti-hentinya dari para simpatisan dua kubu tersebut.  Belum habis lelahnya membaca perang tulisan di sosial media ketika iklim Pilkada, sudah datang kembali perang lanjutan saling menyiyir para pihak ketika fenomena kiriman bunga kepada Ahok menjadi sorotan. 

Memang disadari saat ini nyinyir dalam sosial media menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan isu atau pesan sesuai penggunanya. Lihat saja ketika masa kampanye Pilkada DKI Jakarta, kalimat nyinyir baik dalam  tulisan, bentuk gambar atau video yang disebar untuk saling menjatuhkan salah satu calon politiknya. Demikian juga saat ini, ketika karangan bunga disebar ada pro dan kontra atas hal tersebut. Pro dan kontra tersebut melahirkan kembali perang nyinyir di sosial media.

Lihat saja pemberitaan Fadli Zon hari ini tanggal 26 April 2017 pada twitternya dengan tulisan Ähok banjir kiriman karangan bunga, Fadli Zon: Pencitraan Murahan"". Bagi Bapak pejabat negara satu ini, mungkin saja kalimat tersebut dianggap tidak nyinyir atau bisa jadi memang tahu bahwa tulisan itu nyinyir akan tetapi dilepas saja kemasyarakat. Akan tetapi yang pasti tulisan tersebut membuka ruang debat bagi pembaca atau followers yang sebanyak 486.8K.

JIka diamati ada  62retweet (11.03 PM) dan 93 likes tulisan tersebut. Beberapa pembaca kalimat nyinyir Bapak yang merupakan salah satu petinggi GOPAC (Global Organisation of Parliamentarians against Corruption) membalas dengan kalimat ""seharusnya si manusia setengah binatang satu ini dikirimin karangan bunga jg berduka cita karena akhlak ente sudah mati". 

Entah siapa yang dimaksud penulis dengan kata "setengah binatang" dan "ente" ; ada juga yang menulis "tapi ngapain buang duit buat dia? haha amit2x"; disatu sisi ada juga yang memberikan tanggapan berbeda arahnya seperti yang dua terdahulu. Tanggapan keprihatian terhadap pejabat negara yang kerap masuk media elektronik dan paper akan kalimatnya. Kalimat yang disampaikan seperti "öh wakil rakyatku" lalu tulisan "hahah parah nih pak wakil, benci kali sama Ahok" dan ada juga yang menulis äjari kami cinta Pak bukan dengki".

Melihat apa yang terjadi dari salah satu tweet nyinyir diatas, kita sangat menyadari bawah kalimat nyinyir mengunakan sosial media dapat berpontensi menyebarkan kebencian, perpecahan antar masyarakat serta melemahkan kebanggsaan pada masyarakat. Sudah saat nya bagi kita memerangi kalimat nyinyir dalam sosial media dan menggunakan media sosial untuk hal positif. Memang disadari, sosial media tidak bisa terlepas saat ini bagi masyarakat Indonesia, karena faktanya 58% waktu masyarakat Indonesia perhari digunakan untuk bermain sosial media. 

Untuk itu, sebagai pengguna, kita harus bersama-sama memerangi kalimat nyinyir dalam sosial media dengan mengingatkan siapa saja yang nyinyir untuk stop melakukan hal tersebut. Selain itu, mengkampanyekan kalimat positif, kalimat persatuan dan kesatuan bangsa untuk menjaga negara kita.

Kalau kita sudah mulai sukses dengan anti-hoax, mungkin ini saatnya kita juga harus melakukan suatu tindakan untuk mengkampanyekan anti nyinyir di sosial media demi kesatuan bangsa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline