[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi - Aparat pemerintah Jakarta Selatan, Polsek Pasar Minggu, Satuan Polisi Pamong Praja, dan Dinas Perhubungan menertibkan parkir liar di kawasan Pasar Minggu, Senin (23/9/2013). Penertiban itu dilakukan dengan cara mencabut pentil ban dan mengangkut kendaraan untuk memberi efek jera pada pemarkir dan tukang ojek di Jalan Raya Ragunan. (KOMPAS.com/SONYA SUSWANTI)"][/caption] Sektor informal saat ini merupakan sektor yang dipandang sebagai salah satu kunci untuk meningkatkan perekonomian bagi masyarakat miskin dan rentan. Selain untuk meningkatkan perekonomian juga dapat menyerap tenaga kerja baik yang terlatih maupun yang tidak terlatih. Saat ini sektor informal sering didorong agar masyarakat dapat bekerja melalui berbagai macam mekanisme. Akan tetapi mengurus sektor informal ternyata membutuhkan extra tenaga bagi pemerintah untuk mengurusnya. Mengapa? Ambil contoh saja dengan tukang ojek yang ada di Palmerah, Jakarta. Tukang ojek yang mangkal dekat Stasiun Palmerah memang sangat berguna sekali dalam memberikan jasa layanan bagi pengguna transportasi khususnya dalam menghemat waktu. Tapi tukang ojek yang mangkal tanpa adanya wilayah mangkal ternyata merepotkan bagi aparat untuk mengatur jalan. Pada saat mereka mangkal saja sudah memakan setengah jalan dari jalan yang biasa dipakai, dan bahkan ada yang menggunakan trotoar untuk jalan sebagai pangkalan ojek. Selain itu, ketika penumpang kereta dari Serpong - Tanah Abang atau sebaliknya turun dengan berbondong-bondong, para tukang ojek dengan tanggap langsung menghampiri para pengguna jasa tanpa mempedulikan bahwa hal tersebut membuat macet jalanan dari jalan Jend. Gatot Subroto menuju jalan alteri Pondok Indah. Kecepatan dalam menjemput penumpang tanpa mengindahkan ketertiban lalu lintas ini sudah berjalan cukup lama, walau ada aparat yang berdiri dan membantu tapi hal ini terus berlangsung sampai sekarang. Memang disadari untuk dapat menertibkan sektor informal butuh extra tenaga bagi pemerintah untuk dapat mengedukasi para pemberi jasa ojek untuk menyadari bahwa dalam memberikan layanan jangan sampai merugikan orang lain. Selain itu mengedukasi mereka bahwa keselamatan adalah hal yang utama sehingga hindari "sliweran" menjemput penumpang ketika kendaraan lain melintas, selain itu mengedukasi agar pemberi jasa ojek dapat mengunakan pada batas tertentu dan memberikan jalur lain kepada kendaraan lain agar waktu mereka juga tidak tersita untuk menunggu jalan dibebaskan dari ojek-ojek. Bukan hanya pemberi jasa, pengguna jasa juga harus diedukasi untuk dapat tertib dan tidak asal naik di sembarang tempat tanpa mengindahkan keselamatan bagi kedua belah pihak. Tempat yang aman, menyeberang dan menggunakan ojek dengan baik akan membantu proses-proses tersebut berjalan dengan baik. Jika ini dilakukan, pasti tingkat kemacetan tiap pagi depan Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta akan teratasi dengan baik. Dan tukang ojek juga tidak kehilangan mata pencariannya. Semoga Jakarta akan lebih baik ke depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H