Lihat ke Halaman Asli

Bertaruh Nyawa di New Normal?

Diperbarui: 10 Juni 2020   06:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penumpang saat tiba di terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (12/5/2020). PT Angkasa Pura II mengeluarkan tujuh prosedur baru bagi penumpang penerbangan rute domestik selama masa dilarang mudik Idul Fitri 1441 H di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Pandemi Covid-19 telah meluluhlantakkan banyak sektor kehidupan masyarakat. Kita bertaruh nyawa menghadapi musuh kasat mata ini. Kini, pemerintah berencana menjalankan kebijakan new normal (kenormalan baru) dalam mengantisipasi krisis ekonomi di tengah pandemi Covid-19.

Rencananya, kebijakan tersebut akan dilakukan dalam lima tahapan, yaitu: dibukanya sektor bisnis dan industri, pasar dan mal, sekolah dan tempat kebudayaan, restoran dan tempat ibadah, hingga beroperasinya seluruh kegiatan ekonomi secara normal.

Gagasan new normal mulai bergulir saat Pesiden Joko Widodo dalam siaran pers (7/5/2020) menyampaikan bahwa masyarakat perlu berdamai dengan Covid-19 selama beberapa waktu ke depan.

Wacana ini kemudian diperkuat dengan keluarnya Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Kemudian Kementerian BUMN juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor S-336/MBU/05/2020 tentang Antisipasi Skenario The New Normal BUMN. Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga dikabarkan akan mengeluarkan panduan bagi Aparatur Sipil Negara terkait New Normal.

Wacana ini serta merta menimbulkan sejumlah pertanyaan di masyarakat: apa sebenarnya yang dimaksud dengan terminologi new normal? apa ukuran dan indikator bahwa Indonesia siap memasuki tahap ini? kapan mulai diberlakukan?

Sejatinya, pemberlakuan kenormalan baru tidak boleh diartikan sebagai upaya mengakhiri Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara terburu-buru. PSBB hanya dapat diakhiri setelah penyebaran wabah dapat dikendalikan.

Itu berarti ketentuan pengangkatan PSBB harus didasari oleh parameter terukur terkait penyebaran wabah seperti: R0 atau Rt berada di bawah 1 (rata-rata satu orang hanya menyebarkan wabah kepada kurang dari satu orang), tidak adanya penambahan kasus baru yang signifikan, dan semua suspect berhasil dipastikan statusnya melalui tes. Tanpa adanya parameter yang jelas, maka pengangkatan PSBB dapat mengakibatkan bencana baru di masa mendatang.

Pemberlakuan kenormalan baru juga harus dimaknai sebagai keberhasilan membangun kemampuan beradaptasi dengan kebiasan baru dalam kehidupan sehari-hari guna menghindari berkembang suburnya Covid-19.

Beberapa kebiasan baru semisal menjaga kebersihan diri dan lingkungan, rajin mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker, menjaga etika batuk dan bersin, physical distancing, tidak berkerumun dan lebih banyak tinggal di rumah harus menjadi perilaku yang melekat pada setiap orang.

Sayangnya, pemerintah gagal menyampaikan informasi dan membangun persepsi yang benar tentang new normal kepada masyarakat sebagai jawaban atas sejumlah pertanyaan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline