8 November 2018, Bioskop Indonesia merilis sebuah karya baru. Karya baru tersebut cukup ditunggu tunggu oleh banyak orang. Ya, karya itu berjudul A Man Called Ahok, sebuah film berkisahkan tentang kehidupan Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa dipanggil Ahok. Film ini cukup membuat penulis terkagum-kagum. Banyak pelajaran kehidupan yang bisa dipetik dari Film berdurasi 1 jam 42 menit ini.
Film dimulai dari masa kecil kehidupan Ahok. Ahok merupakan anak pertama dari pasangan Indra Tjahaja Purnama (Kim Nam) dan Buniarti Ningsih. Mereka tinggal di daerah Genting, Belitung Timur. Ayah Ahok merupakan seorang pengusaha tambang timah yang berhati dermawan. Seluruh penduduk Belitung Timur pasti mengenalnya, seseorang yang sangat terhormat.
Selain berhati dermawan, Kim Nam juga keras dalam mendidik anak-anaknya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan sifat dermawannya. Menurut saya, sifat keras dalam mendidik anak-anaknya adalah hal wajar dalam keluarga beretnik Tionghua. Orang tua dalam etnik Tionghua selalu ingin yang terbaik untuk anak-anaknya, oleh karena itu didikan mereka tidak main-main.
Kim Nam selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik demi kesejahteraan penduduk Belitung Timur, terutama apabila ada yang perlu bantuannya. Ia rela memberikan uang yang dimiliki demi menolong orang lain. Karena sifatnya yang terlalu dermawan keadaan keuangan keluarga mereka naik turun.
Selain itu, ada beberapa pihak yang memanfaatkan kebaikan yang diberikan Kim Nam. Meski begitu, Kim Nam masih terus berbuat baik, karena yang menilai perbuatan baik tersebut bukan manusia tapi Tuhan. Kebaikan juga tidak akan pernah sia-sia.
Dalam film ini, hubungan ayah-anak antara Ahok dan Ayahnya lebih ditonjolkan. Mereka berdua bukan merupakan pasangan yang sangat akrab, tapi mereka berdua sama-sama ingin memberikan yang terbaik. Ayah Ahok ingin anak-anaknya menjadi orang-orang sukses yang dapat membawa perubahan di tanah kelahirannya, Belitung Timur. Anak-anaknya juga memahami keaadaan orang tuanya dan tidak ingin mengecewakan mereka.
Sepanjang film, penulis menemukan banyak pelajaran kehidupan yang dapat dipetik. Salah satu pelajaran yang sangat menyentuh hati penulis adalah berikut, "Ketika ingin berburu harimau, jangan ajak teman, tapi ajaklah saudaramu. Karena teman akan pergi jika dikepung harimau tapi saudara tidak akan pergi apabila dikepung harimau. Mereka akan maju dan saling melindungi." . Penulis benar-benar terharu serta sadar akan kondisi dari kalimat tersebut. Hal ini sama seperti apa yang sering diucapkan oleh ayah penulis untuk selalu ingat akan saudara.
Film ini menunjukan bagaimana Ahok mencoba untuk berani berdiri melawan korupsi di Belitung Timur. Pada awalnya memang ada yang harus dikorbankan, istilahnya dipangkas agar tunas baru dapat tumbuh. Meski terdapat perbedaan pendapat anatara keinginan Kim Nam dengan cara Ahok melakukan "tugasnya", pada akhirnya, Ahok menunjukan bahwa bagaimana caranya melakukan "tugasnya" itu benar dan dapat membawa perubahan yang lebih baik.
Keberaniaannya untuk jujur dan melawan korupsi telah berdampak banyak, ada orang yang suka dengan caranya tapi ada juga yang tidak. Kenapa? Orang-orang yang tidak suka dengan Ahok adalah orang yang melakukan korupsi. Mereka takut apabila kebohongannya terbongkar dan mengalami kerugian.
Karena sikapnya yang berani itu, ada beberapa pihak yang tidak suka dengan Ahok dan berusaha untuk menjatuhkannya. Meski begitu, Ahok tetap menang karena sikapnya yang bersih, jujur dan tegas. Dia berhasil membawa perubahan di tanah kelahirannya, Belitung Timur, sesuai dengan apa yang ayahnya harapkan.
Penulis sangat puas dengan film ini. Film ini cocok dan direkomendasikan untuk remaja-remaja zaman now. Banyak pesan yang bisa dipetik dan diterapkan dalam kehidupan. Menurut penulis pesan-pesan dalam film ini dalam membuat penonton sadar akan kehidupan dan memperbaikinya untuk menjadi sebuah pribadi yang lebih baik.