Lihat ke Halaman Asli

Percaya Kata Hati I

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gemuruh petir mulai terdengar seiring rintik-tintik hujan yang turun dari langit. Orang-orang di taman itu segera lari berhamburan mencari tempat berteduh. Namun tidak untuk Farah, remaja 16 tahun itu tetap duduk di bangku taman walau tubuhnya mulai basah oleh air hujan. Dia masih mengharap Gilang datang ketempat itu sesuai dengan janji mereka 5 tahun lalu sebelum Gilang pindah keluar kota. “Apa mungkin Gilang melupakan janji itu?” “Apa, dia belum kembali dari Semarang?” “Atau, dia sudah tidak ingin bertemu denganku lagi?” Beribu pertanyaan mulai muncul dalam benaknya. Sahabat kecilnya itu tidak mungkin melupakan janji yang mereka buat. Bahkan dulu Gilang lah yang tidak pernah mengingkari janji. Dia selalu memegang ucapannya dan selalu bertanggung jawab. Tapi sekarang dia kemana? Hari semakin sore, dan hujan yang turun pun mulai berhenti. Tapi cowok itu masih belum menampakkan diri. Dengan keadaan basah kuyup dan hati yang kecewa, Farah kembali kerumahnya. Hatinya sakit, melihat kenyataan bahwa sahabat kecilnya yang sangat dia tunggu-tunggu malah mengecewakannya dengan mengingkari janji yang pernah mereka buat 5 tahun lalu. *** Pagi itu, ruang Kepala Sekolah terlihat ramai oleh anak-anak cewek. Entah ada apa diruangan itu. Yang Farah tau, tempat itu adalah ruangan sebuah Kakek tua menyebalkan yang seharusnya sudah pensiun. Mungkin ada anak yang berbuat ulah dipagi hari sehingga harus berurusan dengan KepSek. “Eh eh, ada apa sih?” tanya Farah kepada Dini yang sedang ikut-ikutan meramaikan suasana. “Ada cowok ganteng yang pindah di SMA kita, Rah… Kayaknya sih seumuran kita, siapa tau aja bisa sekelas…” jawab Dini penuh semangat. “Yeah? Cowok ganteng? Pindahan dari mana sih?” tanya Farah. “Dari Semarang… Kalo gak salah, namanya Putra…” jawab Dini. “Gue kira Gilang…” ucap Farah dalam hati. “Pindahan dari Semarang? Ngomongnya medok jawa dong… Iddiiih….? Hehehe…” kata Farah. “Eh? Belum tentu!” kata Dini tak mau kalah. “Yaudah lah, males gue ngurusin tuh orang… Kenal aja enggak! Temenin gue ke kelas yuk!” pinta Farah. “Ayo dah, tapi gue liat PR Fisika lu ya! Gue belum ngerjain, susah banget soalnya…” ucap Dini. “Hmm… Kebiasaan…” balas Farah. Pak Joko selaku wali kelas memasuki kelas X.2 dengan tampang segar. Beliau mengucap salam lalu mengenalkan seseorang, murid baru. “Pagi anak-anak. Di hari yang cerah ini, kita mendapat anggota baru. Dia pindahan dari Semarang, namanya Gilang Saputra Aditama…” ucap Pak Joko Glek! Rasanya bagai tersambar petir di pagi hari. Apa!? Gilang? Jadi Gilang murid baru itu? Dia yang dipuja-puja cewek satu sekolah padahal ini hari pertamanya di SMA? Apa!? Gak salah? Oh tidak! Farah mendapati Gilang yang tengah menatapnya. Tatapan bersahabat, nampak segar ditambah senyum simpulnya yang menarik hati. Tapi, mengingat kejadian kemarin sore, Farah mengurungkan niatnya untuk membalas tatapan bersahabat itu. *** “Aduh Rah, gue makin tergila-gila sama Putra… Cakep banget sih, udah gitu duduknya pas banget dibelakang kita! Jadi mati gaya gue…” ucap Dini saat jam istirahat. “Aduh Din, dari awal masuk sampe jam istirahat, yang lu omongin si Putra mulu deh!? Bosen gue ngedengernya…” balas Farah jutek. “Ih? Kok jadi lu yang kesel gitu sih? Apa jangan-jangan lu ikutan naksir sama cowok itu…? Makanya kuping lu panas dengerin ocehan gue tentang Putra…? Hayyo ngaku!” kata Dini. “Hah!? Apa? Naksir…? Aduh Din, kalo gue naksir sama cowok sombong itu, mungkin Jakarta akan dilanda tsunami… Iiiih, gak banget deh…” kata Farah. “Cowok sombong? Dari mana lu tau kalo dia sombong? Kita aja baru mengenal dia hari ini… Atau sebelumnya lu pernah ketemu dia?” tanya Dini. “Eeeh Din, liat tuh tampang cowok itu… Sombong banget tau…!” jawab Farah yang malah salting. “Yeah? Belum tentu…” kata Dini. “Liat aja nanti, lu bakal nyesel mengenal dia…” kata Farah. Tiba-tiba sesosok cowok datang menghampiri mereka yang sedang berdebad di lorong kelas. Cowok itu tidak lain adalah Gilang atau mungkin lebih familiar dipanggil Putra. “Hei… Hmm, Farah, boleh kita ngobrol sebentar?” tanya Putra. Farah diam, hanya Dini yang merespons. “Waaah, Rah… Putra mau ngobrol tuh sama lu…” kata Dini. “Apaan sih…?” kata Farah. “Hmm, gue cuma minta waktunya sebentar aja… Please…” pinta Putra. “Tuh, Rah… Jangan ditolak… Demi gue deeh…” kata Dini. Akhirnya Farah menurut. Putra mengajak Farah duduk di bangku taman sekolah untuk mengobrol. Akhirnya kedua sahabat yang telah berpisah sekian lama, kembali bertemu. “Ada apa? Gue gak punya banyak waktu…” tanya Farah. “Rah, kok sekarang lu jadi sombong gitu sama gue? Gue punya salah ya?” tanya Putra. “Lu gak punya salah kok… Kita aja baru kenal…” jawab Farah. “Farah… Ini gue, Gilang… Mungkin anak-anak manggil gue Putra, tapi gue tetep Gilang! Temen masa kecil lu…” ucap Gilang. “Oooh, jadi lu masih nganggep gue temen kecil lu? Setau gue, Gilang gak pernah ngingkarin janji…” kata Farah. “Oooh, gue minta maaf tentang peristiwa kemarin… Sebenernya gue mau banget dateng, tapi waktu itu gue masih dalam perjalanan, gue belum sampe Jakarta. Gue coba SMS lu, telpon lu, tapi nomor lu gak aktiv… Pas gue telpon rumah lu, katanya lu tidur… Dan gue bisa apa? Gue sampe Jakarta jam 9 malem…” jelas Putra. “Lu gak tau apa? Gue nungguin lu ditaman itu kayak orang stress, ujan-ujanan… Dan sekarang dengan gampangnya lu minta maaf sama gue…? Gak bisa gitu, Lang… Gue terlanjur sakit hati karena lu gak dateng sore itu…” kata Farah. Putra memeluk Farah dan sekali lagi meminta maaf, mungkin Putra melakukan hal itu untuk mengingatkan kembali masa kecil mereka. Jika salah satu dari mereka ada yang ingin meminta maaf, pasti mereka berpelukan dan mengutarakan maaf mereka. “Maafin gue ya Rah… Gue gak mau kehilangan sahabat terbaik seperti lu…” ucap Putra. “Gue juga gak mau kehilangan sahabat seperti lu, Lang… Maaf, kemarin gue kecewa berat sama lu…” kata Farah yang langsung luluh hatinya. “Yaudah, kita baikkan ya… Jangan marahan lagi…” ucap Putra. Belum sempat Farah berbicara, bunyi bell tanda berakhirnya jam istirahat berbunyi. Terpaksa mereka kembali kekelas, walau sebenarnya masi ingin melepas rindu setelah 5 tahun lamanya tak bertemu. *** Pulang sekolah, Putra menunggu Farah didepan pintu gerbang sekolah. Dia ingin mengajak Farah pulang bareng. Selama dia menunggu, setiap cewek yang melintas didepannya pasti menebar senyum, baik teman sekelas, atau pun para kakak kelas yang berani menggodanya. “Eh, Farah, pulang bareng yuk…” ajak Putra. “Ayuk…” balas Farah yang menerimanya dengan senang hati. Melihat Farah diboncengi Putra, rasanya hampir seluruh cewek disekolah itu menatap Farah dengan tatapan super iri. Termasuk Dini, teman sebangkunya. Farah pun merasa menjadi cewek beruntung yang paling istimewa. Hehehe… Sebelum pulang kerumah, mereka mampir ke taman yang ada di komplek perumahan tempat mereka tinggal. Di taman itu lah, tempat yang seharusnya menjadi tempat pertama mereka bertemu setelah 5 tahun berpisah. Dan ditempat itu juga Farah rela hujan-hujanan demi sahabat tercintanya. “Harusnya kemarin sore lu dateng kesini…” ucap Farah. “Iya iya… Gue tau, Farah Azriella Dewi… Hehehe…” kata Putra. “Heei, lu orang pertama yang mengucapkan nama gue dengan benar! Hehehe…” kata Farah. “Loh? Kok gitu?” tanya Putra. “Iya, temen-temen gue kesulitan mengucap nama lengkap gue… Mereka mengucapkan Farah Azrilela Dewi… Hehehe…” jawab Farah. “Hahaha… Pantes aja… Nama tengah lu emang agak sulit…” kata Putra. “Yeah? Oia, kok lu bisa ganti nama gitu sih? Perasaan dulu lu dipanggil Gilang, kok sekarang Putra?” tanya Farah. “Iya tuh, dulu disekolah gue yang di Semarang, temen sekelas gue juga ada yang namanya Gilang, dan gue sebagai murid baru harus ngalah… Jadilah gue dipanggil Putra… Tapi kalo lu mau manggil gue dengan sebutan Gilang juga gak apa-apa kok…” jawab Putra. Mereka mengobrol panjang lebar, mengenang masalalu mereka yang indah. Penuh canda tawa, suka duka, yaah, namanya juga anak kecil… Dan sekarang mereka bertemu kembali, sudah makin dewasa dan perasaan mereka pun mulai berbeda. Sepertinya mereka saling memendam perasaan cinta, namun mereka tepis jauh-jauh dengan alasan mereka bersahabat dan tidak ingin merusak persahabatan mereka dengan perasaan mereka yang belum tentu lebih baik. *** Saat Farah membuka account twitter-nya, dia mendapat Direct Messages dari Dini, Rah, pas lu pulang bareng sama Putra, semua cewek disekolah kita pada mencaci-maki lu tau, mungkin mereka pikir, “bagaimana bisa, anak baru ngajak cewek pulang bareng?”. “Jangan-jangan dipelet lagi?”. Uaah, banyak deh caci-maki mereka buat lu. Yaah, gue gak ikut-ikutan looh, gue cuma ngiri doing… Bagi-bagi rahasia dong, Rah… Kok kayaknya lu udah deket gitu sama Putra… Itu lah DM yang Farah terima dari Dini. Agar tidak terjadi kesalah pahaman, Farah pun menceritakannya dari awal hingga akhir se-detail-detailnya. Dini pun mengerti, dia malah meminta tolong kepada Farah agar mendekatkannya kepada Putra, yaa, Dini mengakui bahwa dirinya sudah kepincut pesona anak pindahan dari Semarang itu. Sebagai sahabat, Farah mendukungnya walau sebenarnya agak tidak rela. Please ya, Rah… Lu khan tau, gue gak gampang suka sama cowok… Bantu gue ya, Rah… Lu khan sahabatnya dari kecil, pasti dia nurut sama lu… Ok, Rah… Dan Farah hanya membalas, Ok… “Ya Tuhan… Bagaimana ini? Aku ingin melihat sahabatku bahagia, karena aku menyayanginya… Tapi, orang yang bisa membuat sahabatku bahagia adalah orang yang sangat ku cintai sejak dulu…” “Apa aku harus mengalah? Tapi aku tidak bisa berbohong bahwa hati ini sakit…” “Yeah, mungkin ini takdir ku… Aku mungkin hanya bisa bersahabat dengannya, tidak bisa memilikinya seutuhnya… Tidak bisa menempatkan diriku di dalam hatinya…”. *** Mulai detik itu, Farah berusaha mendekatkan Dini dengan Putra. Itulah keputusannya, dan dia harus konsisten dengan apa yang telah dia putuskan. “Rah, temenin gue ke Mall yuk…” pinta Putra suatu hari. “Ngapain?” tanya Farah. “Gue mau beli comic… Yaa, sekalian temenin gue nonton juga, kebetulan ada film bagus tuh…” jawab Putra. “Hmm, sama Dini juga ya…” ucap Farah. “Aaah? Enggak ah! Gue maunya sama lu aja… Gue cuma pengen berdua…” kata Putra yang tak setuju, namun Farah harus tetap pada jalurnya. “Please… Nanti kita dikira pacaran, nanti seluruh cewek di sekolah musuhin gue lagi…” pinta Farah. “Enggak ah! Rah, kita dari kecil juga udah biasa berdua kalo kemana-mana… Itu juga gak ada yang complain… Sekarang gak ada salahnya, laah!” balas Putra. “Sekarang beda, Lang… Lu sekarang ganteng, popular, direbutin seluruh cewek di sekolah… Nah gue? Beda banget sama lu… Kalo ada Dini, seenggaknya ada alibi buat nyelametin gue dari amuk massa…” ucap Farah. “Aaakh, terserah lu deh… Gue gak mau berdebad sama lu…” kata Putra. “Naah, gitu dong, Gilang…” ucap Farah senang. *** Semoga yang aku lakukan ini benar, ini yang terbaik untuk semua. Dan semua ku lakukan demi sahabat-sahabat ku yang paling aku sayangi… Perasaan aku tidak ada artinya sama sekali dibandingkan perasaan cinta Dini untuk Gilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline