Lihat ke Halaman Asli

Muthia Fakhrina

Nyoba nulis

Indonesia Butuh "Diopname"

Diperbarui: 11 September 2020   14:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia sedang dihadapkan dengan masalah besar. Masalah besar ini bukan hanya Indonesia yang merasakan, negara lain pun merasakan, pandemi covid-19 sudah berlangsung selama 6 bulan lebih, tapi belum juga ada tanda-tanda selesai. Yang sudah kita ketahui kasus covid-19 di Indonesia saat ini melonjak pesat, tembus hingga 200 ribu kasus. Masalah ini menjadi semakin besar ketika 59 negara sudah mulai tutup pintu untuk Indonesia. Negara-negara dunia sudah mulai "takut" dengan Indonesia.

Penanganan dan pencegahan yang belum maksimal belum dapat mengurangi kasus ini.

Upaya pemerintah belum mendapatkan hasil yang kongkrit masalah penurunan kasus positif. Tapi seolah pemerintah ingin mengedepankan kesehatan nyatanya pemerintah malah menuntut ekonomi rakyat naik dengan membuka tempat wisata, mall dan tempat hiburan lainnya. Mau tidak mau pelanggaran dimana-mana yang mengakibatkan kasus makin bertambah.

Kelambatan kebijakan pemerintah pusat ini menjadi dampak yang besar, pasalnya sudah 100 lebih dokter meninggal dunia terinfeksi virus corona belum lagi tenaga medis lainnya hanya dalam waktu 6 bulan.

Ditambah lagi masalah pendidikan yang kian mundur, karena pelaksanaan pendidikan harus melalui daring. Pandemi ini memang sangat mengejutkan bagi dunia pendidikan karena Indonesia belum ada kesiapan secara fasilitas dan sarana untuk mendukung belajar melalui daring. Masih banyak wilayah terpencil yang belum terjamah oleh internet bahkan listrik. Maka kementerian pendidikan sangat dituntut mencari solusi terbaik, masalah ini menyangkut 1 generasi di Indonesia.

Masalah lain yang seolah tak mau mengalah ialah pilkada serentak yang sedang ramai, seolah menteri dalam negeri dan KPU tak peduli pandemi, dan terus melaksanakan pilkada serentak. Hasilnya banyak masa berkumpul untuk mendukung calon pasangannya atau arak-arakan ke KPU untuk mendaftar. Dengan begini kasus positif pun bertambah karena tidak ada lagi taat protokol kesehatan, virus cepat menyebar dan kebanyakan yang terkena yang tak bergejala.

Semakin kesini pemerintah seolah makin gencar memeras rakyat. Baru-baru ini sedang ramai pulau komodo yang dijadikan tempat wisata premium dan pembangunan resort premium. Hal ini mengancam habitat komodo itu sendiri, selama pembangunan komodo harus terganggu oleh kebisingan dan keramaian proyek.

Belum lagi masalah hutan adat yang terus di jajah oleh para investor sawit. Pembukaan hutan ini mengakibatkan banjir besar-besaran disejumlah wilayah, dan tentu saja memakan kerugian besar dan korban yang banyak. Pemerintah seolah tutup telinga dan tutup mata dan hanya memikirkan bagaimana menarik investor baik itu sawit maupun tambang. Indonesia terus digerus walaupun sedang sakit.

Wakil rakyatnya pun sibuk dengan RUU Omnibus Cilaka-nya. Padahal rakyat sedang dalam keadaan tak baik. Lagi lagi DPR seolah memanfaatkan keadaan pandemi seperti ini. Belum lagi presiden Jokowi sibuk dengan "pembentukan panitia" pembuatan vaksin. Vaksin tak bisa dihasilkan dengan cepat hanya dengan ditambah orang. Pembuatan vaksin butuh riset dan percobaan yang panjang. Ada baiknya jika saat ini fokus untuk penyembuhan dan pencegahan kasus baru dengan penyuluhan dan sosialisasi ke lapangan untuk taap protokol kesehatan, dan menunda pembangunan dan pengeluaran tidak penting untuk menjaga kestabilan ekonomi rakyat.

Jika saja sejak awal pemerintah sudah waspada akan pandemi ini mungkin Indonesia tidak terlalu banyak diterjang masalah. Pemerintah terlalu abai dan meremehkan dan akibatnya rakyat pun menjadi abai dan kasus  terus melonjak naik tanpa henti. Tenaga medis dan rumah sakit sudah kelelahan bahkan kewalahan menangani pasien yang bertambah. Jumlah kematian juga yang tak kalah banyaknya.

Saat ini rakyat harus mandiri dan terus tetap berhati-hati, karna tidak bisa jika hanya mengandalkan pemerintah saja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline