Lihat ke Halaman Asli

Menanam Kenangan di Desa Buntu

Diperbarui: 1 April 2024   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menunggu keberangkatan di GPS (Dokumentasi pribadi)

Desa Buntu merupakan desa yang mempunyai banyak keberagaman, mulai dari budaya dan agama. Meskipun mempunyai keberagaman agama yang banyak yaitu 5 agama diantaranya adalah Kristen,Khatolik,Islam,Hindu dan Buddha. Masyrakat yang berada di Desa Buntu dimana tempat tinggal kami selama 5 hari itu sangat mempunyai sikap toleransi yang tinggi dimana masing masing agama mempunyai Rumah Ibadahnya masing masing. Karena menurut teori Poerwadarminta (2000) dalam KBBSI dijelaskan, toleransi yaitu sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan lain sebagainya yang berbeda dengan pendiriannya sendiri. 

Dimulai dari hari pertama dimana sekolah kami mengadakan briefing disekolah sebelum berangkat ke Desa yang berada tepat di kaki Gunung Sindoro. Dimulai dari pukul 18:00 dimana para siswa siswi Global Prestasi School mulai berdatangan ke sekolah untuk melaksanakan briefing sebelum berangkat. Briefing sendiri dimulai pada pukul 20:00 dan diberinya juga kesempatan para siswa dan siswi untuk berpamitan dengan orang tua masing masing dan tepat pukul 21:00 kami dan para guru guru berangkat dari GPS menuju ke wonosobo.

Sampailah kita di Desa yang berada di kaki gunung Sindoro tepat pukul 6:00 pagi, disambut dengan dinginnya udara pada saat itu sampai sampai bisa mengeluarkan asap dari mulut. Berjalan kaki sekitar 900m menanjak untuk sampai di posko dimana tempat kita berkumpul tiap harinya untuk melaksanakan briefing dan sebagainya. Sampailah di Posko dimana disambut dengan warga sekitar posko dan kita pun melaksanakan pembagian rumah siapa dengan siapa. Tiba lah kami dirumah masing masing yang akan kita singgahi selama 5 hari itu. Saat kita masuk langsung disuguhkan Teh Manis hangat dengan beberapa cemilan. Saya bersama teman saya pun mulai memulai obrolan kepada orang tua asuh kami, dan sampailah pukul stengah 9 dimana kita harus balik ke posko untuk mengikuti kegiatan pawai di desa Buntu tersebut dan fun factnya adalah yang mengawas kegiatan pawai itu adalah bapak dari pemilik rumah yang saya singgahi karena beliau kebetulan merupakan seorang banser.

1.2 gambar saat pawai di Desa Buntu(Dokumentasi pribadi)

Setelah kegiatan ini balik lah kita kerumah masing masing untuk makan siang dilanjut dengan acara bebas. Di acara bebas ini kami pun melakukan pendekatan ke orang tua asuh kami mulai dimana kami bertanya dari segi perekonomian di keluarga tersebut seperti rata rata penghasilan kemudian penghasilan dari mana saja dan orang tua asuh kami pun menjawab dengan sepenuh hati. Selain orang tua asuh penulis, penulis juga menemani beberapa teman penulis untuk mewawancarai apa yang sekolah tugaskan dan mereka pun mirip seperti penulis, bertanya tentang perekonomian yang orang tua asuh mereka lakukan.

Mereka pun rata rata jawabannya sama dimana rata rata penghasilan masyarakat desa Buntu ini adalah 30 ribu rupiah - 50 ribu rupiah saja dimana mereka dapat dari hasil perkebunan dan ladang mereka disana dimana ladang mereka yang berisikan kentang,wortel,cabai,tembakau yang nantinya mereka akan jualkan ke pasar atau individu, sangat berbeda dengan masyrakat yang berada di kota dengan penghasilan sebesar itu mereka bisa membeli lebih banyak bahan pokok dibanding di kota karena lebi murahnya harga di desa itu dan rata rata mereka juga selain menjualnya ke pasar dan individu mereka juga mengambil dan mengkonsumsi apa yang mereka tanam itu. Salah satu contoh yang mereka sering lakukan adalah memakai hasil daun tembakau yang mereka tanam untuk dijadikan rokok dengan cara menglinting.

1.3  Ladang orang tua asuh(Dokumentasi pribadi)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline