Lihat ke Halaman Asli

Neona Dwi Nila Cahyani

Mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Penyakit Mulut dan Kuku: Dampak dan Upaya Penanganannya

Diperbarui: 24 Juni 2022   12:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1. Pemeriksaan PMK pada hewan ternak (Sumber: www.timesindonesia.co.id)

PMK atau Penyakit Mulut dan Kuku adalah penyakit hewan yang sangat menular akibat infeksi virus penyakit mulut dan kuku (FMDV). Penyakit ini dicirikan oleh luka (berupa lepuh dan/atau erosi) di bagian mulut dan kuku pada hewan berkuku belah, seperti sapi dan babi.

Kasus wabah PMK pada hewan ternak pertama kali ditemukan di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Kala itu ada 402 ekor sapi terindikasi terjangkit PMK di lima kecamatan dan 22 desa pada 28 April 2022.  Hingga saat ini, kasus PMK terus membubung di Indonesia setiap harinya. Pada tanggal 23 Juni 2022 tercatat bahwa perkembangan kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) sudah menyebar ke 19 provinsi dan 213 kabupaten/kota.

Dampak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan membuat transaksi daging di berbagai sektor usaha di Jawa Timur, khususnya Kota Probolinggo, dinilai lamban. Omset dari transaksi daging telah berkurang secara radikal, karena virus PMK yang tak terhindarkan. Jumat (24/6/2022).

Wiwik, seorang pedagang daging sapi di Pasar Baru, mengungkapkan setelah adanya virus PMK, transaksi daging di pasar pasti menurun. Jika biasanya mereka menjual lebih dari 75 kilogram setiap hari, saat ini mereka bisa menjual antara 20-30 kilogram daging sapi.

Selain itu, tambah Wiwik, wabah PMK ini diharapkan bisa segera hilang dengan tujuan agar transaksi daging bisa kembali berjalan seperti biasa. Apalagi menjelang hari raya Idul Adha tiba, para pedagang kedua ini berebut untuk mencari penawaran daging sapi.

Sementara itu, potensi kematian makhluk hidup yang tinggi dapat menyebabkan berkurangnya aksesibilitas stok daging di sekitarnya. Solusi yang biasanya disiapkan adalah mengimpor daging dari negara lain. Guru Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, mengatakan keadaan darurat mungkin tidak akan terjadi jika kasus PMK dapat ditanggulangi.

Efek finansial belum ditentukan karena sebagian besar peternak di Indonesia berbeda dengan skema peternakan hewan di berbagai negara, yang merupakan lokasi bisnis. Skema peternakan di Indonesia lebih kecil dan banyak peternak di Indonesia membuat hewan ternaknya sebagai investasi. Namun, jika hal ini tidak ditanggulangi tentu dampak ekonomi akan segera terasa di masyarakat. Dwi menjelaskan, pemerintah perlu serius menangani wabah PMK karena skema pemberantasan wabah ini tidak mudah.

Melihat kondisi tersebut, Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meredam penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan segera memperoleh dan menyesuaikan antibodi PMK dalam jumlah besar untuk imunisasi hewan peliharaan.

"Dengan ini diharapkan herd immunity bisa segera tercapai," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon) Airlangga Hartarto.

Vaksinasi PMK perdana telah dilakukan pada 14 Juni lalu di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Selanjutnya akan didorong vaksinasi dasar sebanyak dua kali dengan interval satu bulan serta vaksinasi penguat (booster) setiap enam bulan. Pelaksanaan program vaksinasi tersebut akan dilakukan oleh sekitar 1.872 tenaga medis dan 4.421 paramedis.

Airlangga menambahkan, untuk prioritas vaksinasi dibutuhkan sebanyak 28 juta dosis vaksin yang akan dipenuhi dengan vaksin impor dan vaksin dalam negeri dari Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) serta produsen vaksin dalam negeri lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline