Lihat ke Halaman Asli

Didit dan Hera

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13469852142135402083

Entah dimana aku sekarang terdampar jauh, kini aku berada di sebuah taman yang begitu indah. Bunga-bunga yang bermekaran seakan menyambutku selamat datang Didit ! Mereka tampak menyebar senyum seindah angkasa yang tertinggi dan wajah mereka yang penuh dengan bintang berkilauan yang tak akan putus asanya; Bukit hijau yang melambangkan sebuah hangat salju yang mengerubungi seluruh tubuhku dan mereka bagaikan emas berkilauan atau zamrud yang berjajaran lurus bagai permata yang menghiasi angkasa alam milik-Nya... awan putih salju menyerubungiku dan aku tak dapat menghindar dan sebuah suara malaikat putih membuat batinku tersentuh "Didit, ayo kemari, sudah saatnya kamu meninggalkan dunia menuju alam abadi yang tak akan ada habisnya." Langkah kakiku semakin mantap untuk menunjukkan keinginan melihat indahnya alam abadi yang tak sanggup menembus alam otakku ; namun sebelum kehidupan lainku terjadi, seorang gadis yang tak lain adalah kekasihku datang dengan wajah yang berkelumit sedih dan tampak secercah air mata menutupi kegembiraan wajahnya "Didit... kesinilah.... jangan pergi dulu, aku masih membutuhkanmu" Entah ada yang menarikku untuk memantapkan pilihan mengikuti suara hatiku. Suara hatiku memilih Hera, kekasihku yang sekian lama menemaniku menjalani hidup di dunia dan tiba-tiba aku merasa begitu berat langkah untuk menuju kehidupan abadi "Ya, aku akan mengikutimu Ra, aku juga tak rela meninggalkanmu tanpa kesan cinta yang terdalam"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline