"Kata ibu guru dan buku pelajaranku, makanan yang hemat dan sehat itu adalah makanan yang dimasak di rumah dan diolah oleh tangan ibumu sendiri, " terang Michiko putri kecilku (7 tahun) dengan mata berkedip.
Haduhhhh, ampun dehhhhh.. kata-kata itu menjadi kalimat ampuh buatnya ketika aku malas memasak dan mengajaknya membeli makanan di luar ketika aku sedang sibuk dalam pekerjaanku. Ada saja setiap hari daftar menu masakan yang dia sodorkan kepadaku, sebagai pengalihan dari jajannya.
"Gimana kalau hari ini kita buat spagetti aja, Ma? Besok mama coba buat pizza dan zupa-zupa. Selain lebih hemat, pasti buatan mama lebih enak. Aku bantuin deh buatnya," rayunya padaku.
****
Seperti pagi ini, aku dikerjaain bangun jam 4 pagi karena harus memasak makanan untuk les renangnya. Michiko gemar dan mahir dalam berenang. Michiko bilang,
"Aku sudah nggak mau lagi makan mie instan dan kentang sosis di kantin kolam renang. Aku mau masakan mama aja, nasi dan lauk pauknya,"
Ini anak, bisa aja ya ngerjain orang tua hehe. Sambil merem-merem terpaksa aku memasak nasi, menumis kangkung, dan oseng-oseng daging bumbu teriyaki. Setelah itu dengan terbirit birit aku membereskan rumah, menyiapkan perlengkapan renang, dan menjadi supir. Selama weekend, asisten rumah tanggaku libur.
Entah kenapa kata-kata bu guru atau kata-kata di buku terkadang lebih ampuh dibandingkan dengan nasehat atau omelan orangtua. Apa yang dikatakan bu guru atau buku bener-benar diyakini oleh anak-anak meskipun hanya dongeng.
Pernah ada kejadian lucu ketika Chacha (kakaknya Michiko) kecil dulu, semasa TK puluhan tahun yang lalu. Kami tinggal di daerah. Sekolah Chacha luas. Setiap hari Senin guru di sekolahnya mengadakan upacara bendera. Saat itu Chacha kebagian tugas membaca Pancasila. Berulang kali dengan suara keras Chacha menghapalnya.