Pertumbuhan kegiatan ekonomi internasional yang berkembang pesat turut memacu perkembangan korporasi multinasional (multinational company). Kegiatan korporasi multinasional sebagai group telah banyak ditemukan di negara berkembang maupun negara maju.
Alasan utama yang mendorong munculnya korporasi multinasional, yaitu keinginan untuk memperluas pasar, untuk mencari sumber bahan baku, untuk mencari teknologi baru, untuk mencapai efisiensi, Namun demikian, setidaknya kita bisa mengidentifikasikan adanya 3 (tiga) permasalahan yang dihadapi oleh korporasi multinasional, salah satunya adalah transfer pricing.
Survei yang dilakukan oleh Ernst and Young International pada tahun 1995 menunjukkan bahwa lebih dari 80% responden mengindikasikan transfer pricing sebagai masalah utama dalam perpajakan yang dihadapi oleh korporasi multinasional.
Transaksi yang dilakukan adalah barang, jasa, royalty, lisensi dimana alur yang dijalankan dari divisi ke divisi atau perusahaan satu ke perusahaan lainnya dalam satu group di satu negara yang secara umum disebut transfer pricing intra company, atau alur penentuan harga dalam transaksi dari perusahaan di negara berkembang ke perusahaan induk yang ada di negara maju yang identik dengan negara bertarif pajak rendah yang secara umum disebut transfer pricing inter company.
Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki catatan dalam Bursa Efek Indonesia pada sector Consumer Goods Industry mempergunakan perhitungan transfer pricing. Adapun perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Delta Djakarta,Tbk, PT Sekar Laut, Tbk, PT Nippon Indosari Carpindo,Tbk, PT ADES, Tbk, PT Multi Bintang, Tbk, PT Sekar Bumi, tbk, PT Kedaung Indah Can, Tbk. Perusahan korporasi ini dengan pengujian Transactional Net Margin Method membandingkan net margin yang diperoleh perusahaan tersebut dengan biaya atau penjualan atau asset. Dengan metode ini dapat menganalisa dan mengetahui keuntungan salah satu pihak yang terkait bisa divisi atau perusahaan afiliansi dari pihak yang diuji ( 7 perusahaan tersebut ).
Regulator adalah Otoritas pajak turut mengawasi adanya praktek penghindaran pajak dari mekanisme transfer pricing tersebut hingga dalam pengawasannya dengan menerbitkan metode transfer pricing dengan 5 metode yang telah tercantum dalam PER 32/PJ/2011.
Tujuan transfer pricing antar divisi dalam perusahaan, tujuan transfer pricing di ruang lingkup perusahaan multinational, digunakan untuk meminimalkan pajak dan bea yang mereka keluarkan di seluruh dunia menurut Hansen and Mowen,Transfer pricing can effect overall corporate income taxes.
This particulary true for multinational corporation (1996:496). Faktor yang melatarbelakangi adanya skema transfer pricing serta metode yang ditetapkan oleh regulator dibahas dalam penelitian oleh Hearson (2016) bahwa di dalam perjanjian perpajakan bahwa pendapatan pemerintah dari data dan kinerja pajak di negara berkembang serta ketergantungan pajak pada perusahaan.
Hal ini tentu saja menciptakan adanya transaksi dan interaksi bisnis antar lintas negara sehingga memungkinkan terjadinya perubahan regulasi di tubuh Otoritas Perpajakan.
Pada persoalan tujuan transfer pricing untuk meminimalkan atau memindahkan asset , bea, dan beban pajak dari satu divisi ke divisi lainnya atau dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya dalam satu group korporasi. sebuah transaksi yang dihasilkan yaitu berupa output yaitu laporan keuangan.
Menurut (FASB, 1978) Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 1 Paragraf 43 tentang kinerja perusahaan yang disediakan dengan ukuran pendapatan dan komponennya adalah focus utama dalam informasi laporan keuangan dan perspektif arus kas dalam menilai motif dan etika praktik penghindaran pajak.