Lihat ke Halaman Asli

Neno Anderias Salukh

TERVERIFIKASI

Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Kurikulum Prototipe 2022, Langkah Awal Reformasi Pendidikan di Indonesia

Diperbarui: 30 Desember 2021   14:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegiatan pembelajaran berbasis proyek oleh anak-anak yang terlibat dalam Bimbel Kontekstual Komunitas Belajar O'of Tilun, NTT | Dokumen KB O'of Tilun

Bagi penulis, bukan hanya pandemi Covid-19 tetapi perdebatan dalam pembentukan kurikulum di Indonesia-lah yang melahirkan Kurikulum Prototipe 2022.

Kurikulum Prototipe 2022 adalah sebuah kebijakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikburistek) yang patut diacungi jempol. Pasalnya, sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, Indonesia sudah melakukan sepuluh kali perubahan terhadap kurikulum tetapi seakan tidak menjawab persoalan-persoalan mendasar di Indonesia.

Kurikulum 2013 sebagai kurikulum terakhir yang cukup sempurna pun masih diperdebatkan oleh kebanyakan orang karena masih menyulitkan warga sekolah. Kurikulum yang dianggap cukup sempurna ini mengalami beberapa perubahan yang juga membuat guru kesulitan beradaptasi.

Maka berlanjutlah perdebatan dalam pembentukan kurikulum di Indonesia yang menurut kebanyakan orang termasuk penulis memaksakan keseragaman.

Pertama, kurikulum tidak berpihak pada konteks budaya setiap daerah.

Contoh pendidikan kontekstual yang diterapkan oleh Komunitas Belajar O'of Tilun melalui Bimbel Kontekstual | Dokumen KB O'of Tilun

Kurikulum tidak berpihak ini umumnya dirasakan oleh masyarakat pedesaan dan masyarakat adat. Karena sekolah hanya membuat masyarakat keluar dan meninggalkan desanya. Mereka menganggap kehidupan yang lebih baik adalah kehidupan di perkotaan sementara di desa hanyalah masa lalu.

Jika sistem pendidikan kita menolak sebagai biang kerok dari masalah ini maka sistem pendidikan kita harusnya mempertahankan masyarakat untuk hidup sejahtera di atas tanah yang mereka tempati.

Budaya dan keadaan alam yang berbeda merupakan potensi yang seharusnya dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dalam sistem pendidikan. Karena itu akan lebih memudahkan siswa untuk memahami pelajaran yang akan dipelajari. Lebih dari itu, siswa mengenal jati dirinya, mencintai budaya dan alam disekitarnya.

Sehingga kemudian, pilihan hidup di perkotaan atau meninggalkan desanya dengan alasan mencari kehidupan yang lebih baik tidak ada dalam pikiran masyarakat. Karena tidak ada budaya dan keadaan alam yang miskin untuk ditinggalkan. Bumi yang Tuhan titipkan sudah berlimpah dengan kehidupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline