Lihat ke Halaman Asli

Neno Anderias Salukh

TERVERIFIKASI

Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Bagaimana Citra Milenial Pasca Mundurnya Belva dan Taufan?

Diperbarui: 25 April 2020   05:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial | ANTARA FOTO / WAHYU PUTRO A via Kompas.com

Baru-baru ini, kompasianer Kholil Rokhman menulis artikel bahwa demi nama baik milenial, Andi Taufan sebaiknya mengundurkan diri. Kenyataannya, bukan hanya Andi Taufan sendiri tetapi bersama Belva Devara yang mengundurkan diri terlebih dahulu. Bagaimana dengan citra milenial saat ini?

Di tengah penanganan pandemi Covid-19 yang sudah menginfeksi ribuan orang di Indonesia, dua orang Staf Khusus Presiden, Adamas Belva Devara dan Andi Taufan mundur dari jabatannya.

Belva yang juga menjabat sebagai CEO Ruang Guru mengundurkan diri setelah terpilihnya Ruang Guru sebagai mitra program Kartu Prakerja menuai kritik.

Sedangkan Andi Taufan yang merupakan pemilik PT. Amartha Mikro Fintek mengundurkan diri setelah muncul polemik surat berkop Sekretariat Kabinet yang ditandatanganinya kepada para camat se-Indonesia untuk mendukung relawan dari PT. Amartha dalam penanganan Covid-19.

Keputusan yang diambil oleh Belva dan Taufan setidaknya menjawab tuntutan publik yang menilai bahwa ada unsur kepentingan dalam penerapan program kerja pemerintahan Jokowi sehingga mengundurkan diri adalah jalan terbaik yang harus ditempuh.

Lagipula mengundurkan diri tidak akan merusak citra personal Belva dan Taufan daripada diberhentikan oleh presiden berpotensi merusak citra mereka di depan publik. Juga, dugaan konflik kepentingan yang dinilai merusak citra milenial perlu pengunduran diri sehingga reputasi publik terhadap kaum milenial tidak berubah.

Baca: Demi Nama Baik Generasi Milenial, Kakak Taufan Sebaiknya Mundur?

Akan tetapi, mundurnya Belva dan Taufan dinilai oleh Alvin Nicola, salah satu peneliti Transparency International Indonesia (TII) tidak cukup untuk menyelesaikan masalah dugaan konflik kepentingan dalam pemerintahan Jokowi.

Menurutnya, Belva dan Taufan perlu mempertanggungjawabkan dugaan konflik kepentingan tersebut. Misalnya mekanisme lelang mitra Kartu Prakerja yang akhirnya menjadikan Ruang Guru milik Belva sebagai salah satu mitra kerja.

"Stafsus yang sudah mundur perlu membuka data, proses, dan mekanisme lelang yang sudah dilalui bersama lembaga pengadaan terkait agar transparan karena dari penelusuran kami proses lelang berjalan cukup tertutup," kata Alvin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline