Lihat ke Halaman Asli

Neno Anderias Salukh

TERVERIFIKASI

Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Memaknai Simbol "18+" dalam Penerapan Pendidikan Seks

Diperbarui: 21 April 2022   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi | Stock Adobe https://stock.adobe.com

Sejauh mana kita memaknai angka yang diberikan label "+" dalam kehidupan sehari-hari?

Angka kasus kekerasan seksual di Indonesia patut diberi label merah. Sepanjang tahun 2016-2018, sebanyak 17.088 kasus kekerasan seksual terjadi di Indonesia dengan 8.797 adalah kasus pemerkosaan. 

Khususnya tahun 2019, terdapat 2.988 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan. Angka tersebut merupakan 31 persen dari total kasus kekerasan seksual yang terjadi. Jika ditambah dengan jumlah kasus kekerasan seksual yang tidak dilaporkan maka harus diakui bahwa kekerasan seksual ibarat hantu yang sangat menakutkan.

Kasus kekerasan seksual bukan baru terjadi belakangan ini (2016-2017), sesuai dengan data yang penulis sajikan. Kekerasan seksual sudah terjadi sejak lama sehingga isu pentingnya pendidikan seksual mencuat ke publik dan memaksa pemerintah memasukkan pendidikan seksual dalam kurikulum 2013.

Namun, sebetulnya pendidikan seksual bukan tanggung jawab seutuhnya lembaga pendidikan tetapi juga tanggung jawab orangtua sebagai implementasi pendidikan dalam keluarga.

Hal ini diperkuat dengan sebuah studi yang dilakukan oleh Reckitt Benckiser melalui merek kontrasepsi Durex, Dari 500 responden yang disurvei terdapat 73 persen responden yang menyatakan bahwa pendidikan seks yang mereka terima di sekolah belumlah cukup.

Tujuan pendidikan seksual tidak hanya sebatas mengajarkan anak-anak mengenai organ kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual dan HIV/AIDS, kehamilan, dan kontrasepsi yang dapat digunakan, tetapi juga berfungsi untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual seperti pemerkosaan, seks diluar nikah, dan juga pernikahan di usia dini.

Data kekerasan seksual di Indonesia pada tahun 2019 juga mengisyaratkan kepada kita bahwa implementasi pendidikan seks di Indonesia belum mengalami kemajuan.

Masih dari studi yang sama, 54 persen remaja masih percaya bahwa melakukan penetrasi berdiri bisa mencegah kehamilan, 53 persen menjadikan ejakulasi di luar vagina sebagai solusi terhindar dari kehamilan, dan 57 persen percaya bahwa masturbasi sebelum berhubungan seks bisa mencegah kehamilan.

Ketidakmajuan pendidikan seks di Indonesia diakibatkan oleh pengetahuan pendidik (guru maupun orangtua) yang masih minim. Pada artikel ini, penulis mencoba menulis pentingnya memaknai simbol 18+ dalam kehidupan sehari-hari sebagai salah satu bentuk pendidikan seks.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline