Sebelumnya saya menulis tentang materi perbaikan gugatan Pilpres oleh BPN yang menimbulkan rasa takut dalam kubu TKN. Saya melihat dari komentar-komentar yang dilontarkan lalu menganalisia sesuai dengan sudut pandang saya.
Baca: Revisi Materi Gugatan Pilpres, Kubu Jokowi-Ma'aruf Dihantui Rasa Takut?
Perbaikan materi gugatan oleh BPN adalah memasukkan argumentasi tentang posisi Ma'aruf Amin di Bank Syariah yang dianggap sebagai pelanggaran Undang-undang Pemilu.
Respon TKN sepertinya kalang kabut walaupun mereka punya dasar hukum. Akan tetapi, seharusnya dimengerti oleh TKN bahwa BPN memiliki kesempatan untuk menambah bukti kecurangan jika masih ada yang ditambahkan. Oleh karena itu, tidak salah jika ada tambahan argumentasi tentang posisi Ma'aruf Amin.
Disisi lain, dasar hukum yang digunakan TKN benar sehingga bagi penulis, keputusan tertinggi ada di MK, Apakah materi perbaikan gugatan akan dibacakan pada sidang perdana atau MK akan melakukan keputusan sela untuk menolak perbaikan materi gugatan.
Jika pada akhirnya keputusan yang diambil oleh MK menguntungkan kubu Prabowo-Sandi maka pada sidang perdana pada tanggal 14 Juni 2019 mendatang akan dibacakan sebagai salah satu bukti kecurangan.
Akan tetapi, jika keputusan MK menolak penambahan materi dan perbaikan materi gugatan Pilpres maka dengan sendirinya bukti yang akan dibahas dalam sidang adalah bukti link berita yang selama ini diandalkan sebagai oleh BPN sebagai bukti yang cukup untuk mendiskualifikasi Paslon Jokowi-Ma'aruf.
Namun menurut penulis, sepakat dengan komentar tanggapan TKN selanjutnya bahwa argumentasi tentang posisi Ma'aruf Amin di Bank Syariah merupakan sebuah ambiguitas.
Mengapa?
Pertama, BPN tidak memahami daftar bank di Indonesia. Perlu diketahui bahwa bank di Indonesia meliputi Bank BUMN, Bank Umum Swasta Devisa, Bank Umum Swasta Non Devisa, Bank Pembangunan Daerah, Bank Campuran, Bank Syariah dan Bank asing di Indonesia.