Engkau berjuang menghidupiku ketika aku masih ada dalam rahimmu.
Sembilan bulan aku bahagia di atas penderitaanmu.
Puncak penderitaanmu tepatnya tanggal 06 April 1995.
Semua orang takut menjalani peristiwa itu
Peristiwa yang dianggap sebagai Hitler-nya Indonesia.
Engkau hanya berserah kepada Yang Maha Kuasa.
Mama ...
Penderitaan itu tidak membuatmu kecewa dan meninggalkankanku.
Penderitaan itu berubah jadi tawa dan senyumman ketika aku melihat dunia yang lebih luas dari rahimmu.
Engkau menyambutku bak seorang raja dan diperlakukan istimewa.
Sampai saat ini aku tidak mengerti maksud dari tawa dan senyumanmu.
Mama ...
Sekarang 24 tahun aku melihat dunia yang lebih luas dari rahimmu.
Engkau mengajarkan aku bagaimana menjalani kehidupan ini.
Engkau membuat aku bertahan melewati semak-semak kehidupan.
Sekali lagi, aku tidak mengerti apa maksudmu.
Mama ...
Aku berterima kasih untuk waktu 9 bulan
Aku berterima kasih untuk beberapa jam puncak penderitaanmu menghadirkan aku di dunia.
Aku berterima kasih untuk 24 tahun kesetiaanmu.
Aku berterima kasih untuk tanggung jawabmu sebagai seorang ibu.
Mama ...
Aku tidak mengerti tawa dan senyumanmu,
Aku tidak mengerti perlakuanmu padaku
Tetapi,
Itulah Kasih.
Kasih seorang ibu yang aku tidak bisa menyelaminya dengan akal sehat ini.
Mama ...
Engkau wanita hebat yang aku miliki.
Engkau membesarkan aku untuk tidak jadi laki yang miskin.
Engkau menjadikan aku laki-laki yang kuat dan berkarakter.
Mama, Engkau ibu yang hebat.
Neno Anderias Salukh
Mauleum-Amanuban Timur, 06 April 1995
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H