Lihat ke Halaman Asli

Neno Anderias Salukh

TERVERIFIKASI

Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Tekad Peningkatan Kualitas Pendidikan Oleh Sandiaga Belum Bisa Mengalahkan Jokowi

Diperbarui: 18 Maret 2019   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Salah satu bidang yang masih memiliki sistem labil Indonesia adalah pendidikan. Pergantian kurikulum terus dilakukan. Bahkan Kurikulum 2013 (K13) yang dianggap sebagai kurikulum terbaik pun masih terus direvisi.

Tujuan perubahan kurikulum untuk menghasilkan kualitas Pendidikan yang baik sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, realitanya instrumen yang dipakai untuk mengukur kualitas kurikulum yang dipakai pun masih belum dipercaya publik. Ujian Nasional malah menjadi momok yang menakutkan. Akhirnya integritas Ujian Nasional pun masih diragukan.

Usaha pemerintah dalam penerapan K13 pun belum menghasilkan hasil yang optimal. Pemerintah terus berkoar agar K13 harus diterapkan oleh semua sekolah padahal pengetahuan tentang k13 oleh guru itu masih minim. Bahkan, pengertian kurikulum sendiri saja belum dipahami dengan baik.

Dalam kebanyakan training, pemerintah fokus pada pengerjaan administrasi. Akan tetapi, administrasi yang semakin banyak malah membuat guru semakin tidak fokus terhadap tugas utamanya untuk mengajar.

Masalah lain dalam penerapan K13 adalah penyeragaman tema di seluruh kelas, metode pembelajaran, isi pembelajaran yang bersifat wajib dan tidak kontekstual sulit diterapkan di sekolah-sekolah pedalaman. Kompetensi spiritual dan sikap pun terlalu dipaksakan sehingga mengganggu isi atau substansi keilmuan. Hal ini menimbulkan kebingungan dan beban administrasi bagi para guru.

Sistem pendidikan di Indonesia terlihat lebih memprioritaskan K13 daripada Guru. Faktanya, guru-guru honorer yang menguasai sekolah-sekolah tidak memiliki tunjangan yang layak. Terjadi ketidakadilan antara hak dan kewajiban. Kewajiban yang lebih besar dibandingkan dengan hak yang diperoleh. Belum lagi, masih banyak guru yang tidak kompeten. Pengetahuan, Skill dan Attitude belum cukup bagi seorang guru tapi mereka memiliki kepedulian dan hati untuk mengabdi. Lantas, apa yang pemerintah lakukan? Pelatihan guru untuk memiliki kompetensi masih diabaikan dan memprioritaskan bagaimana menerapkan kurikulum dengan administrasi yang lengkap.

Sistem pendidikan di Indonesia pun masih memiliki masalah soal pembentukan karakter sebagaimana dalam tulisan saya di Kompasiana tentang Masalah Pendidikan Karakter di Indonesia. Bukan berarti Indonesia mengabaikannya tetapi masih kesulitan menghasilkan output yang baik.

Berkaca dari sistem pendidikan di Finlandia, kompetensi guru lebih diprioritaskan dibandingkan dengan Kurikulum. Bahkan tidak ada ujian Nasional. Kita semua pasti tahu, dominasi sistem pendidikan terbaik Internasional adalah Finlandia.

Sekali lagi bahwa Sistem Pendidikan di Indonesia masih labil dan butuh reformasi untuk mewujudkan pendidikan yang baik dan berkualitas.

Masalah ini kemudian diangkat dalam dunia politik terutama dalam pilpres 2019 ini. Dalam debat ketiga, agenda khusus cawapres, Sandiaga menegaskan akan melakukan reformasi sistem pendidikan.

Dalam kesempatan tersebut, Sandiaga Uno menegaskan akan memperhatikan kompetensi guru dan kesejahteraannya, terutama guru-guru honorer yang selama ini terlihat diabaikan. Menurutnya, guru yang berkompeten akan menghasilkan pendidikan yang berkualitas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline