Lihat ke Halaman Asli

Neno Anderias Salukh

TERVERIFIKASI

Pegiat Budaya | Pekerja Sosial | Pengawas Pemilu

Mengenal "Mamat", Budaya Suku Dawan (Timor) Makan Sirih Pinang

Diperbarui: 8 November 2021   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi nyirih di Papua. (ARSIP KOMPAS TV)

Setiap daerah pasti memiliki suatu cara hidup unik yang berkembang dari generasi ke generasi sebagai suatu warisan yang dimiliki dan terus dipelihara oleh masyarakat. Inilah yang dikenal dengan budaya.

"Mamat" merupakan sebuah budaya Atoin Meto (Orang Timor) yang berarti makan sirih pinang. Sirih dalam bahasa Dawan berarti "Manus" dan Pinang dalam bahasa Dawan berarti "Puah". Dalam masyarakat Dawan, "Mamat" adalah salah satu budaya yang dilakukan setiap hari. 

Mereka yang sudah ada pada level kecanduan yang tinggi, mereka tidak bisa melakukan apa-apa jika tidak ada "Mamat" bahkan kekurangan  "Mamat" diharapkan tidak boleh terjadi.

Proses makan sirih pinang adalah mengunyah pinang dan sirih dalam mulut lalu ditambah sedikit kapur sampai menghasilkan liur merah. Pinang dan sirih  sepertinya memiliki  zat aditif yang berfungsi sebagai penghilang rasa kantuk dan pemberi semangat. Namun, lebih dari itu merupakan sebuah kebersamaan.

Biasanya, Puah ma Manus (Pinang dan sirih) digunakan sebagai suguhan kepada tamu yang dilakukan pada awal pertemuan. Uniknya, Puah ma Manus kebanyakan menjadi pemicu percakapan antar dua orang atau lebih karena biasanya hal pertama yang dibicarakan dalam sebuah pertemuan adalah "Mamat". Sebelum masuk ke dalam inti pertemuan, masalah Mamat  harus diselesaikan terlebih dahulu. Kebanyakan proses ini dilakukan di upacara-upacara adat dan pertemuan-pertemuan lainnya.

Singkat cerita, Puah ma Manus menjadi bahan pemersatu dan bahan memulai komunikasi. Ada hal yang unik, kebanyakan orang menilai ukuran kasih seseorang dari Mamat, jika dia selalu memberi Puah ma Manus atau melakukan Mamat bersama dengan orang lain maka orang tersebut baik hati tetapi jika ia tidak melakukan itu maka dia dikatakan kikir. Bagi masyarakat Dawan, minum kopi atau teh dan makan adalah masalah kedua. Masalah pertama adalah Mamat.

Persediaan Puah ma Manus setiap orang seharusnya tidak kurang karena dalam sebuah pertemuan tanpa Puah ma Manus tidak berarti. Kedua belah pihak akan merasa bersalah karena masalah hati tadi. Ternyata Puah ma Manus lebih penting dari segelas kopi dan sepiring nasi. 

Dalam urutan prioritas, Puah ma Manus ada pada nomor satu. Intinya "Mamat" adalah kebersamaan "Atoin Meto". Makna inilah yang melahirkan pepatah Dawan Kuno 

"Em het Mamam talon fatu mese, fatun teobanit lo nuakit" yang berarti Em het (Sebuah ajakan) Mam (Mamat berasal dari kata dasar Mam) am (sebuah kata sambung yang biasanya ditulis gabung dengan kata kerja) talon (buang air liur) dari (batu) mese (satu) fatun (batu ditambah n karena ini masalah tenses yang mudah-mudahan saya bahas di lain waktu, hehehe) teobanit (jatuh/terbalik) lo (sebuah kata sambung yang bermakna penegasan) nuakit (kita berdua). So, artinya Mari kita makan sirih pinang dan buang liur pada batu yang sama, jika batu jatuh atau terbalik tetap kita berdua.

Puan ma Manus dalam Oko Mama

Nah, Puah ma Manus juga tidak terlepas dari Alu Mama dan Oko Mama. Alu Mama (Tas sirih pinang) adalah tempat menyimpan sirih pinang yang terbuat dari kain tenunan. Biasanya, laki-laki yang menggunakan Alu Mama

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline