Penulis : Nenny Makmun
Amara, ingatkah saat kamu gagal masuk fakultas kedokteran? kamu mogok tak mau kuliah jurusan apa pun. Aku diminta ibumu membujukmu untuk tetap kuliah, akhirnya kamu mau kuliah keperawatan. Ibumu selalu memintaku membantumu karena beliau percaya kita sudah berteman dari kecil bahkan bisa jadi dari kandungan, karena ibumu dan mamaku sama-sama suka menghabiskan waktu minum teh sambil ngudap di taman.
Amara, bahkan saat kamu ketakutan karena setelah kita petak umpat ada bercak darah di celana pendekmu. Sejak saat itu aku tak bisa melihat lagi kamu yang biasa berkaos oblong dan celana pendek, Ibumu menyuruhmu sejak itu memakai hijab. Aaah aku gak bisa jawil-jawil rambutmu yang panjang dan agak merah. Kamu sempat bilang, takut sekarang jadi perempuan dewasa ... tapi aku menghiburmu bukan perempuan dewasa tapi perempuan yang sehat. Aku janji mendoakanmu walau bukan dari masjid.
Amara, satu yang membuatku tak bisa lagi menghiburmu ... suatu hari mamaku akhirnya tahu kalau aku mencintai sahabat kecilnya. Mamaku dan ibumu sepertinya bertaki bahwa kita hanyalah sahabat, tidak di hatiku. Kau pun menikah dengan lelaki pilihan ibumu. Kamu begitu cantik dengan gaun hijab pengantinmu. Jangan bersedih, lelaki di sampingmu sangat beruntung, tapi aku selalu ada untukmu di setiap kau jatuh dan aku akan perbaiki dengan caraku. Lights will guide you home, and ignite your bones, and I will try to fix you. (Cold Play)
Selalu ada Untukmu ilustrasi dari Pixabay
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H