Lihat ke Halaman Asli

Jika Pilihan Kita Bukanlah Pilihan-Nya

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rido kembali duduk di warung kopi seberang jalan yang tepat berhadapan dengan toko sembako dimana Anis bekerja. Sengaja dia mengambil tempat duduk yang menghadap kesamping agar sesekali bisa melirik kearah warung sembako, Anis akan sering terlihat mondar-mandir di depan warung jika pembeli sedang ramai. Itu yang membuat kopi racikan mbo Darmi terasa makin nikmat. Biasanya setiap jam 04.45 sore ia akan berada di warung kopi  sampai pukul 05.00untuk menunggu gadis idamannya pulang kerja. Sengaja setelah jam pabrik selesai dia tidak langsung pulang kerumah agar bisa pulang bersama Anis. Tapi sudah satu bulan ini Rido justru akan keluar dari warung kopi sebelum pukul 05.00. Sejak kedua orang tua Anis memilihkan calon pendamping yang di anggap lebih mapan dari seorang buruh pabrik. Anis bahkan pernah bilang kalau Rahmat,calon suaminya telah memiinta anis berhenti bekerja. Karena Rahmat bahkan memiliki toko sembako lebih besar dari toko sembako di mana Anis bekerja.

"aku tidak bisa membantah keinginan ibu mas." keluh Anis ketika Rido meminta penjelasan kepadanya. Rido hanya diam saat itu. Karna dia sadar benar gajinya sebagai buruh pabrik memang tidak seberapa jika dibandingkan dengan penghasilan Rahmat pemilik toko besar yang hampir menyerupai swalayan.

"lagi marahan ya mas sama mba Anis?" tegur Ririn cucu mbok Darmi yang tiba-tiba datang mengagetkan Rido.

"eh.. de Ririn" Rido hanya tersenyum membalas pertanyaan gadis itu. Ririn juga tidak bertanya lagi setelah dia melihat wajah Rido yang seolah memucat mendengar pertanyaannya. Memang bukan urusan Ririn masalah Rido marahan atau tidak dengan Anis, tapi Ririn tau benar selama ini Rido begitu setia setiap hari menunggu Anis pulang, sudah 2 tahun Anis bekerja di toko sembako yang berseberangan dengan warung kopi mbahnya dan selama itu Rido tidak terlihat alpa untuk menjemput Anis pulang. Ririn suka iri jika membandingkan kesetiaan cinta Rido, beda jauh dengan pacarnya yang selalu punya alasan ketika Ririn meminta di jemput dari tempat kerjanya. Tapi sudah sebulan ini setiap kali Ririn mampir ke warung kopi mbah Darmi dia hanya melihat Rido melamun dan akhirnya pergi sebelum Anis keluar dari toko seberang sana. Bahkan tak jarang Ririn melihat sebuah mobil Avanza terlihat parkir di depan toko dan Anis ikut bersamanya.

Rido ngeluyur pergi setelah menghabiskan kopinya. "makasih mbah."

"Aku tunggu di warung bakso biasa,please untuk terakhir kalinya.". sms di hp Anis. Dia berdiri saja di depan toko sambil menggenggam hpnya erat-erat. Dia masih bingung antara menuruti keinginan hatinya yang tak bisa di bohongi lagi bahwa rindu untuk Rido memanng ada atau dia harus tetap menepati janji pada ibunya bahwa dia tidak akan menemui Rido lagi. Andai saja Rido tau, hatinya tersiksa menahan rindu. Rahmat memang orang yang baik terlebih di mata kedua orang tuanya,ia nyaris sempurna. Namun jalinan kasih selama hampir 4 tahun bukanlah sebentar dan mudah begitu saja memutuskannya. Tapi apa yang di katakan ibunya bukanlah hal yang main-main.

"    ibu tidak akan melakukan operasi sebelum melihat kamu menikah dengan Rahmat."

Anis tidak bisa membujuk ibunya untuk mengerti dan memahami cintanya terhadap Rido.

"semoga kamu bisa mengerti maksud ibu Nis, setidaknya jika ternyata operasi itu gagal sementara uang tabunganmu telah habis untuk biaya operasi, ibu tidak terlalu khawatir tentang masa depanmu bersama nak Rahmat."

"Tapi bu,......."

"Nis,alasan apa yang akan kamu katakan? toh selama ini Rido kekasihmu itu tidak memperlihatkan keseriusannya untuk menikahimu. Empat tahun bukan waktu yang pendek."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline