Lihat ke Halaman Asli

Neni Ismarini

Mahasiswa Fakultas Syariah - UIN Raden Mas Said Surakarta

Analisis Kasus Penggelapan Uang Nasabah yang Dilakukan oleh Teller Bank

Diperbarui: 24 November 2022   12:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perkara penggelapan uang nasabah ini terjadi di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Pelaku penggelapan uang ialah seseorang wanita berusia 57 tahun berinisial EK. Pelaku bekerja pada Perusahaan daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan (PD BKK) cabang Kandangserang. Perkara ini mulai terbongkar pada saat supervisor bank melakukan pembaharuan data yang dilakukan pada bulan Agustus 2019. Supervisor curiga dengan adanya perbedaan nominal uang pada buku tabungan dengan data yang ada di sistem bank. Kejadian ini selanjutnya dilaporkan ke Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) bank. Kemudian EK dilaporkan ke Polres Pekalongan. Kapolres Pekalongan, AKBP Arief Satria mengungkap ternyata pelaku telah melakukan aksinya selama 9 tahun. Penggelapan pertama kali dilakukan pada tahun 2010 hingga 2019. Selama 9 tahun tersebut, pelaku menyalahgunakan uang nasabah PD BKK cabang Kandangserang. Modus yang dilakukan pelaku ialah tidak melakukan setoran tunai yang diberikan nasabah, kemudian pelaku yg bersangkutan memanipulasi semua data setoran serta melakukan pernarikan uang tunai milik nasabah. 

Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian hingga lebih dari Rp. 6,2 Miliar. Uang yang digelapkan merupakan uang dari 234 orang nasabah PD BKK. Motif pelaku kasus penggelapan ialah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena uang gajinya sebagi teller tidak mencukupi dan mengaku bahwa suaminya tidak memeberikan nafkah. EK telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dengan sejumlah barang bukti diantaranya alat bukti berupa buku tabungan, SK pengangkatan dan pemberhentian EK, SOP tabungan deposito dan uang tunai sejumlah Rp. 78 juta dan uang hasil penjualan mobil sebesar Rp. 95 juta. 

Kaidah hukum yang terkait kasus penggelapan uang adalah dengan menggunakan pendekatan normatif yaitu sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku. Selanjutnya kaidah impereratif, motif pelaku adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena uang gajinya tidak mencukupi dan mengaku bahwa suaminya tidak memberikan nafkah. EK telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dengan sejumlah barang bukti diantaranya alat bukti berupa buku tabungan, uang tunai Rp. 78 juta dan uang hasil penjualan mobil Rp. 95 juta. Mengapa termasuk dalam impereratif karena dalam penyerapan itu terdapat paksaan sebab uang yang digelapkan adalah uang nasabah yang seharusnya hak nasabah. 

Tersangka dijerat Pasal 2 dan 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU RI Nomor 20 Tahun 2001. Untuk ancaman maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.  

Aturan-aturan hukum yang terkait dengan kasus penggelapan uang 

Dasar Hukum : 

1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

UU ini mengatur tentang : Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diubah sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline