Hari yang sangat cerah. Kegiatan gebyar lomba melukis yang diselenggarakan oleh pihak sponsor di sekolah kami, membuat semua bersuka cita.
Anehnya, di antara kemeriahan suasana, kulihat seorang anak dengan baju tak disetrika, tampak duduk menyendiri di barisan belakang. Sungguh, sangat kontradiktif dengan wajah ceria anak-anak lainnya, yang sebagian besar datang bersama orang tua mereka.
Ketika kudekati, ternyata Zaki! Murid kelas empat, anak piatu, yang hidup bersama lima orang kakak laki-lakinya.
"Sudah makan, Nak?" tanyaku.
Pertanyaan rutinku, bila bertemu dengannya.
Zaki mengangguk, wajahnya terllihat muram.
"Bu, boleh melukisnya gak pake pensil warna?" tanyanya tiba-tiba.
Aku terhenyak, pertanyaannya terasa menusuk jantungku.
"Nanti pinjam sama teman, ya?" kutepuk bahunya sambil tersenyum.
Padahal, hatiku merasa teriris. Aku lupa, dia pasti tak punya! Pensil warna inventaris sekolah kebetulan sudah habis, dan tak ada waktu untuk membelikannya.
Mudah-mudahan ada yang mau meminjaminya! Kutatap dia dengan risau. Ingatanku terlempar ke masa lalu.