Lihat ke Halaman Asli

Tety Polmasari

TERVERIFIKASI

ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja

Suatu Hari di IGD RS Jiwa

Diperbarui: 16 Januari 2023   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Terus terang, dalam seumur hidup saya, baru pertama kalinya ini saya menjejakkan kaki di rumah sakit jiwa. Sering mendengar kata RS jiwa, tapi belum pernah masuk ke dalamnya. Penasaran juga sebenarnya.

Apakah gambarannya seperti yang saya lihat di film-film? Ketika masuk ke dalamnya mendapati "pemandangan" orang yang mengoceh sendiri, teriak-teriak, meraung-raung?

Beberapa hari lalu, saya ikut mengantar anak kawan saya yang dirujuk ke RS Jiwa dr. Marzoeki Mahdi, yang berada di wilayah Bogor, Jawa Barat. RS milik pemerintah ini ternyata sudah ada sejak zaman Belanda.

Pada Maret 2022, RS ini diresmikan sebagai Pusat Kesehatan Jiwa Nasional atau Pusat Rujukan Nasional Pelayanan Kesehatan Jiwa. Mungkin seperti RSCM yang juga menjadi RS rujukan nasional.

Saya ke sini, bukan ke polikliniknya, melainkan langsung ke IGD alias Intalansi Gawat Darurat. Apakah sama dengan kegawatdaruratan nonpsikiatri atau kejiwaan? Demam 3 hari tidak turun-turun, sesak napas, atau kondisi-kondisi lain yang harus segera mendapatkan penanganan lebih lanjut?

Anak kawan saya ini memang harus ke IGD berdasarkan rujukan dokter spesialis kesehatan jiwa RS swasta di bilangan Depok, Jawa Barat. Tadinya, dia dirawat inap di sini, namun berhubung ruang rawat inapnya berbaur dengan pasien nonkejiwaan dan dikhawatirkan mengganggu kenyamanan, maka dirujuklah.

Kawan saya mengirim pesan jika anaknya mengalami halusinasi yang menurut penglihatannya cukup parah. Anaknya marah-marah tidak jelas. Teriak-teriak. Mengamuk.

"Habis loe pulang jenguk itu, anak gue bangun tuh, terus merasa ada bisikan-bisikan di kepalanya, merasa dadanya panas, minta obat. Cuma kan perawat nggak berani kasih obat tanpa rekomendasi dokter. Kata gue, tunggu ya, dokternya lagi dipanggil," cerita kawan saya.

Karena merasa permintaannya tidak dipenuhi, dia jadi marah-marah. Mengusir perawat, mengusir kawan saya yang menjaganya. Psikiater yang akan memberikan suntikan obat tenang juga tidak luput kena omelannya. Bilang mau mencelakakannya, mau membunuhnya.

Melihat keadaan demikian, akhirnya kedua tangan dan kedua kakinya diikat diranjang. Dokter berulang kali minta maaf harus melakukan tindakan itu. Jika tidak, khawatir melukai diri anak kawan saya dan orang yang berada di dekatnya. Lalu dokter menyuntikkan obat tenang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline