Hari ini, lima tahun lalu, tepatnya di hari Jumat, 2 Desember 2016, saya dan beberapa teman ikut "turun ke jalan" berbaur bersama massa lain.
Hujan yang cukup deras membersamai aksi yang terpusat di Monas itu. Aksi Damai 212, begitu orang-orang menamainya, merujuk pada tanggal 2 bulan 12.
Seusai shalat subuh, saya berangkat dari rumah. Sendiri, tanpa suami (belakangan suami saya menyusul). Beberapa teman saya malah menginap di hotel di sekitaran Monas biar tidak terjebak kemacetan.
Beberapa teman yang lain sudah menunggu di Stasiun Gondangdia. Ketika saya naik, kereta yang saya tumpangi dari Stasiun Citayam sudah disesaki penumpang.
Kereta dipenuhi oleh penumpang yang sebagian besar mengenakan "seragam" putih-putih. Semakin ke sana, semakin banyak "teman-teman seperjuangan" yang naik kereta.
Sudah bisa diduga, tanpa perlu bertanya, tujuan mereka sama. Pasti ikut aksi demonstrasi membela Islam. Ketika kereta berhenti di Stasiun Gondangdia, penumpang berhamburan ke luar. Termasuk saya. Seketika isi gerbong sepi.
Lautan manusia hampir memenuhi area Stasiun Gondangdia. Yang untuk berjalan pun agak susah. Pekikan "Allahu Akbar" dan senandung shalawat Nabi tiada henti-hentinya mengalir dari mulut-mulut para demonstran ini.
Saya dan teman-teman berjalan kaki hingga ke Monas. Sementara jalan menuju Istana Merdeka diblokir oleh petugas. Kawat berduri terpasang rapi. Jalan utama di sekitar Thamrin juga dipenuhi lautan manusia yang berasal dari berbagai daerah.
Rizieq Shihab, Ustadz Arifin Ilham, dan Jenderal Polisi Tito Karnavian yang saat itu menjabat Kapolri ikut meramaikan aksi tersebut. Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun turut bergabung dan melaksanakan salat Jumat bersama peserta aksi yang lain. Setelahnya hadir pula Amien Rais, Ahmad Dhani, Prabowo,
Aksi itu sendiri dipicu oleh statemen Gubernur DKI Basuki Tjahya Purnama saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Dalam pidatonya, ia mengungkapkan ada sejumlah oknum yang memprovokasi masyarakat untuk tidak mendukungnya.