Apa guna punya ilmu tinggi
Kalau hanya untuk mengibuli
Apa guna banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu
*Bait awal puisi Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu, karya Wiji Thukul
Apakah generasi milenial mengenal siapa itu Wiji Thukul? Harusnya sih tahu ya mengingat mereka sangat akrab dengan dunia digital. Sekali sentuh dengan jari di layar gadget, segala informasi mengenai apa saja dan tentang siapa saja terbentang luas.
Aktifis HAM dan juga aktifis buruh ini lahir pada 1963. Ia bernama asli Wiji Widodo. Nama Widodo diganti Thukul oleh Cempe Lawu Warta, anggota Bengkel Teater milik penyair WS Rendra, yang berarti biji tumbuh.
Wiji sendiri memang dikenal sebagai seorang penulis puisi perjuangan. Puisi-puisi berisi kritikan.
Sebagai buruh, Wiji bukan hanya bekerja tetapi juga berjuang untuk kesejahteraan sesama kelas pekerja. Tidak heran puisi-puisinya penuh satire mengkritik rezim penguasa yang membungkam dan membuat rakyat menderita.
Ada satu kalimat yang sangat terkenal dalam bait terakhir dalam puisi karya yang berjudul Peringatan: "Hanya ada satu kata: Lawan!".
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
Kata-kata yang hingga kini sering dikutip hingga sekarang, terutama oleh para aktifis.
Mirisnya, sampai detik ini keberadaan Wiji Thukul hilang tanpa jejak. Hilangnya Wiji Thukul ini tidak lepas dari peristiwa 27 Juli 1996 atau dikenal dengan peristiwa "Kudatuli" singkatan dari Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli.