Sosok perempuan ini bernama Madya Harmeka, S.Pd.I. Pendiri komunitas TaPe uLi atau Tangan Peduli Lingkungan. Selain aktif sebagai pegiat lingkungan, ia juga pembina PKK RW Permata Depok. Ya, ia adalah istri dari Ketua RW 007 di kompleks saya tinggal.
Komunitas ini didirikan pada 19 Februari 2013 dan menjadi wadah berkumpulnya masyarakat yang peduli terhadap permasalahan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah.
Madya terpikirkan membentuk komunitas ini berawal saat ia membaca satu artikel mengenai global warming. Dalam artikel yang dibacanya itu disebutkan bercampurnya sampah organik dan anorganik akan menghasilkan senyawa metana.
Senyawa metana ini sama berbahayanya dengan senyawa karbondioksida. Dua senyawa yang dapat mengancam kehidupan makhluk hidup di bumi.
Kebiasaan masyarakat yang mencampur sampah organik dan anorganik, jelas membuatnya prihatin. Karena, kebiasaan ini dapat merusak lingkungan. Tentu saja hal ini dapat berimbas pada tingkat kesehatan seseorang. Lingkungan yang tidak sehat akan membuat seseorang rentan terkena penyakit.
Ia pun lantas berinisiatif menyosialisasikan kepada tetangga sekitar di sektor Berlian 2, bagaimana cara mengolah sampah dengan baik dan benar. Kebetulan, ia sudah menerapkannya di rumah. Ia merasa terpanggil untuk bersama-sama mengatasi masalah lingkungan.
Jadi, ilmu yang didapatnya dibagikan ke warga sekitar. Bagaimana sampah-sampah dipilah menjadi sampah organik, nonorganik, dan sampah residu. Ia ingin lingkungan menjadi bersih, sehat, dan nyaman.
Sosialisasi juga dilakukan ke sektor-sektor lain, termasuk sektor Berlian 1, lokasi tempat tinggal saya, melalui arisan bulanan. Ibu RW, begitu biasa kami menyapanya, dalam sosialisasinya selalu dibantu tetangga saya, Bunda Lela, yang juga pengurus RT 003.
Dalam sosialisasinya dijelaskan, untuk sampah organik seperti daging dikubur di dalam lubang biopori. Sedangkan, untuk sampah organik lainnya seperti dedaunan, diolah menjadi pupuk kompos yang menghabiskan waktu sekitar empat bulan sampai siap untuk dipakai.
Tidak hanya sebatas teori. Kami, para warga diajak untuk mempraktekkannya. Tidak masalah di lahan yang sempit di area rumah. Terpenting lahan bisa dimanfaatkan untuk membuat lubang biopori. Kami pun secara bergiliran dipinjamkan garpu tanah untuk membuat lubang biopori.