Pernah mendengar aneurisma otak? Mungkin banyak dari kita yang belum memahami mengenai penyakit ini. Aneurisma adalah kondisi dinding pembuluh darah otak melebar atau menonjol (ballooning). Aneurisma otak dapat dibayangkan sebagai balon kecil yang menonjol di arteri otak.
Penyebabnya, akibat lemahnya dinding pembuluh darah tersebut. Namun, belum dapat dipastikan apa penyebab pasti dinding pembuluh darah melemah.
Permasalahannya, jika aneurisma ini pecah bisa berakibat fatal. Bisa terjadi perdarahan otak (subarachnoid) -- terjadi di ruang antara otak dan jaringan tipis yang menutupi otak, yang dapat menjadi stroke pendarahan, bahkan kerusakan otak sehingga menyebabkan seseorang koma.
Aneurisma pada pembuluh darah otak ini tidak selalu menunjukkan gejala dan tidak menimbulkan masalah kesehatan. Seseorang dapat mengalami aneurisma otak tanpa pernah menyadarinya.
Baru disadari ketika aneurisma tersebut semakin membesar, bocor atau bahkan hingga pecah. Kondisi yang dapat menyebabkan perdarahan di dalam kepala.
Diperkirakan, dalam setiap 18 menit, ada 1 orang yang mengalami pecahnya aneurisma. Jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian.
Berdasarkan data Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON), ada sekitar 500.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini. RS PON sendiri saat ini menangani kurang lebih 100 kasus aneurisma otak setiap tahunnya.
Begitu persoalan yang mengemuka dalam bincang-bincang Brain Aneurysm Awareness Month 'Raising Awareness, Supporting Survivors, Saving Lives', bertajuk Flow Diverter, Penanganan Pecah Pembuluh Darah Otak Tanpa Pembedahan yang diadakan RS PON Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono Jakarta, Kamis (16/9/2021). Brain Aneurysm Awareness Month sendiri diperingati setiap bulan September.
Kepala Bedah Saraf (Neurosurgeon) RS PON dr. Abrar Arham, SpBS, yang menjadi narasumber, menjelaskan, aneurisma otak dapat terjadi pada siapa saja. Karena itu, akan lebih baik bila dapat ditangani sebelum aneurisma pecah.