Lihat ke Halaman Asli

Tety Polmasari

TERVERIFIKASI

ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja

Sopir Angkot di Depok "Menjerit" Akibat PPKM, Baikhati Bagikan Sembako

Diperbarui: 12 Agustus 2021   21:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Jalan Raya Kartini, Depok, Jawa Barat, kemarin siang itu cukup lengang. Tidak ramai. Nyaris tidak terlihat antrian angkot yang mengular. Biasanya, beberapa angkot terlihat mengetem menunggu penumpang yang turun di Stasiun Depok lama.

Ya, jarak jalan Raya Kartini dengan Stasiun Depok Lama ini tidak terlalu jauh. Mungkin jaraknya sekitar 250 meter. Saya turun di stasiun ini karena ingin mampir ke toko buku membeli pesanan anak-anak. Biasanya saya turun di Stasiun Citayam.

Meski masih siang, biasanya angkot yang melintas cukup ramai. Saya untuk menyeberang saja cukup sulit. Kendaraan banyak yang berlalu lalang. Tapi kemarin itu, saya bisa menyeberang dengan mudah. 

Saya tidak perlu melambaikan tangan memberi tanda kepada pengendara untuk memperlahankan laju kendaraannya seperti yang biasa saya lakukan jika turun di Stasiun Depok Lama. 

Lambaian tangan ini secara tidak langsung meminta pengendara untuk memberikan ruang dan waktu bagi saya menyeberang dengan aman. Dan, kemarin itu saya menyeberang dengan santainya.

Saya lantas naik angkot D05, jurusan Depok - Bojong Gede (meski seringnya hanya sampai Stasiun Citayam saja). Ada beberapa penumpang di dalamnya. Tidak penuh. Tapi ini masih lebih baik dibandingkan angkot "tetangga" yang terlihat sepi saat melintas. 

"Sepiiii euy....," teriak supir itu kepada supir yang angkotnya saya tumpangi saat melintas. 

Ya, sejak PPKM diberlakukan dengan berbagai istilah, membuat sejumlah sopir angkot "menjerit" karena pendapatan harian mereka merosot drastis belakangan ini, seiring dengan menurunnya mobilitas warga saat PPKM Level 4.

Bagaimana tidak menjerit, penumpang KRL yang bisa menjadi "langganannya" juga sepi menyusul adanya larangan naik KRL bagi mereka yang bukan bekerja di sektor esensial dan kritikal. Jadi, penumpang KRL yang turun di stasiun bisa dihitung jari.

Ternyata supir angkot yang saya tumpangi adalah teman semasa kecil saya. Terlihat dari wajahnya yang tidak tertutup masker. Saya masih mengenalinya karena sering juga tanpa sengaja saya naik angkotnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline