Lihat ke Halaman Asli

Tety Polmasari

TERVERIFIKASI

ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja

WNA di Mata Saya?

Diperbarui: 19 Januari 2021   18:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peter van Tuijl, Direktur Nuffic Neso Indonesia, bersama bidadari-bidadari cantik, saya pakai baju dan jilbab orange (Dokpri, sebelum Covid-19)

WNA di mata saya? Kalau berdasarkan pengalaman pribadi saya sih ya tidak bagaimana-bagaimana. Biasa-biasa saja. Tidak memperlakukannya secara istimewa. Terlebih saya juga jarang berinteraksi dengan bule. Hanya segelintir bule yang berelasi dengan saya.

Kalau bertemu dengan bule sih sering banget itu. Di jalan, pantai, mall, perkantoran, tempat objek wisata, atau lainnya. Pemandangan biasa itu. Apalagi kalau sedang melintasi jalan Jaksa, Jakarta Pusat, nah sudah bisa dipastikan akan bertemu dengan bule.

Ngobrol dengan bule? Ya sering juga. Baik orang bulenya menelepon saya (karena kebetulan relasi), atau bertemu dalam suatu kegiatan, atau ketika orang bule nyasar mencari lokasi yang dituju. Ah biasa saja. Saya tidak merasa diri saya inferior dan juga tidak menganggap si bule superior.

Dulu sih, saya punya kejadian yang mengesalkan ketika berada di Bali. Ceritanya, saya bersama dua kawan saya merasa diabaikan saat mencoba memesan makanan di suatu restoran. Sementara pelanggan lain yang berwajah bule, yang datangnya belakangan eh malah didahulukan.

Kejadian seperti ini tak hanya saya mengalami. Beberapa kawan saya juga pernah mengeluhkan perlakuan penyedia barang dan jasa terhadap bangsanya sendiri. Yang kerap berbeda perlakuan kepada wisatawan mancanegara, apalagi mereka yang berkulit putih.

Ya, bukan rahasia lagi jika perlakuan terhadap bule di Indonesia selalu lebih diutamakan daripada warga lokal. Sampai sekarang masih begitu. Padahal mereka hanya orang luar negeri biasa yang datang ke Indonesia.

Dalam hukum, orang asing adalah orang yang bukan penduduk asli atau warga negara yang dinaturalisasi dari tanah tempat mereka ditemukan. (wikipedia)

Kalau dia artis atau orang terkenal di negara asalnya masih bisa dimaklumi. Lha ini? Kalau kita ke negara sana diperlakukan sama, ya mungkin tidak masalah juga. Hitung-hitung imbal balik. Tapi kan ini tidak?

Pernah suatu ketika kawan saya mau menyewa suatu tempat lumayan elit di bilangan kuningan buat keperluan kantornya. Kawan saya pun menelepon tempat itu dengan bahasa Indonesia.

Oleh orang di seberang sana, bilangnya full. Terus tidak lama kemudian, kawan saya coba reservasi lagi dong, kali ini dengan menggunakan bahasa Inggris, eh langsung dibilang ok. Yaelah, sampai sebegitunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline