aku mendengar suara ranting patah, yang terinjak oleh penggalan kisah masa lalu, di malam yang kelam itu, saat sayup-sayup lolongan pilu, hilang ditelan kesunyian, yang angin pun enggan berhembus di sini.
aku membuka pintu, peristiwa silam berkelebat memenuhi ruangan, ada mata-mata sembab oleh air mata, ada kesedihan yang mengering seketika, ada keserakahan para tuan yang tertawa.
ranting-ranting patah, meringkuk kedinginan, beratapkan langit yang temaram, entah ke mana sinar rembulan, kelap kelip bintang pun tak tampak, semua seolah bungkam, tak peduli pada jiwa yang terhempas pedih.
krak
krak
krak
krak
terdengar lagi ranting patah, entah oleh siapa, aku pertajamkan telinga, mencari sumber suara, aku seketika nanar, ketika tulang rusukku dihujani sepatu laras, bersama teriakan sumpah serapah.
krak
krak
krak
krak
derak langkah menghilang, dalam kerimbunan malam, di tanah yang basah, oleh genangan darah, ranting patah pun terseok, tak terdengar lagi rintihannya, mungkin lunglai termakan tanah.
hening
sepi
sunyi
bisu
mati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H