Sosok inspiratif ini namanya Sugeng Hariyono. Pemuda asal Ponorogo, Jawa Timur, ini usianya "baru" 35 tahun. Dikatakan inspiratif karena dia menjadi penggiat perpustakaan mobile. Motornya dia jadikan perpustakaan keliling menyambangi masyarakat di desa-desa dan memberi akses bacaan secara gratis. Ia pun menamakan kegiatannya ini "Motor Pustaka".
Saya "berkenalan" dengan pria ini ketika menjadi narasumber dalam Talkshow Live Instagram "Tebar Buku dengan Motor Pustaka" yang diadakan Asah Kebaikan di IG Live, pada Kamis (5/11/2020) malam, yang saya ikuti. Talkshow dipandu oleh Mardiana Makmun, seorang jurnalis di Investor Daily, milik Lippo Group.
Perkenalan saya ini boleh dibilang terlambat karena ternyata Sugeng Hariyono pernah diundang Presiden Joko Widodo ke Istana Merdeka pada 2 Mei 2017, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Atas sosoknya yang inspiratif ini, Presiden bahkan memberikannya penghargaan dan kendaraan baru.
Dalam kesempatan itu, Sugeng pun dihadiahi motor Honda Verza untuk menjadi kendaraan baru Motor Pustaka yang bisa menjangkau jarak lebih jauh dibanding motor rakitan sebelumnya. Penambal ban ini pun jelas bahagia. Siapa yang tidak bahagia jika kegiatannya menebar buku mendapat apresiasi dari Presiden Republik Indonesia. Orang nomor satu di negeri ini.
Dan, saya baru tahu saat di acara bincang-bincang ini. (Hello...ke mana saja ya saya selama ini?) Kalau saya tidak mengikuti acara bincang-bincang ini bisa jadi saya tidak mengenal sosoknya yang menginspirasi ini. Saya jadi malu.
Sugeng berkisah pada 2013, ia merantau dari Ponorogo ke Lampung untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Nekad sebenarnya karena ia hanya membawa uang seadanya yang tidak cukup untuk membiayai hidupnya.
Ia memang bertekad ingin merantau atau bertransmigrasi. Dan tanpa sengaja, kakinya berpijak di Desa Pematang Pasir, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan.
Dalam perjalanannya, bertemulah ia dengan Basuki, pemilik bengkel yang dengan baik hati menerimanya untuk bantu-bantu di bengkelnya. Bermodalkan keahlian mengelas ia pun diterima bekerja. Dua bulan hidup di Lampung, ia masih belum mempunyai banyak kenalan. Ia pun sering dilanda kejenuhan. Kala ia merasa bosan ia terpikir untuk pergi ke perpustakaan.
Ketika ia bertanya kepada warga sekitar di mana perpustakaan terdekat yang dapat dikunjungi, justeru warga balik bertanya, "Apa itu perpustakaan?" Jawaban yang cukup membuatnya "shock". Sejak itu, ia bermimpi untuk membuat perpustakaan agar semakin banyak orang, khususnya anak-anak semakin dekat dengan buku.
Pada suatu hari ia pun mendatangi toko barang rongsok. Matanya menemukan motor Honda GL Max 1986 yang sudah tidak berbentuk lagi. Tidak ada roda, tangki, jok, dan stir. Hanya ada sasis dan mesinnya saja. Ada BPKB dan STNK, tapi pajaknya sudah lama mati.
Dia pun membelinya seharga Rp 450.000 setelah dikilo, lalu dibawanya ke bengkel tempat ia tinggal. Motor jelek itu ia bongkar. Ia bersihkan lumut-lumut yang menempel di mesin. Ia juga mencari alat atau komponen yang kurang, seperti membeli tangki, jok, stir, dan ban di tukang rongsok.