Lihat ke Halaman Asli

Tety Polmasari

TERVERIFIKASI

ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja

Kesaksian Wartawan Palestina, Israel Membungkam Media

Diperbarui: 5 November 2020   17:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Bagaimana kondisi Palestina saat ini? Entah kapan penguasaan tanah Palestina oleh Israel akan berakhir. Entah sampai kapan pula penderitaan rakyat Palestina berubah dengan senyum-senyum kebahagiaan. Tanpa ada lagi bom-bom yang meluluhlantakkan tempat-tempat tinggal warga Palestina.

Terbayang tidak bagaimana sesungguhnya keadaan mereka? Bagaimana anak-anak yang tewas mengenaskan, bagaimana hancurnya hati isteri yang kehilangan suami, anak-anak dan keluarganya, bagaimana nestapanya mereka yang harus mengalami cacat seumur hidup?

Apakah berita-berita yang muncul di media massa yang juga kita baca tergambarkan secara utuh? Bukankah Israel membungkam media massa? Media-media Israel pun mencoba mengesankan kondisi penduduk Palestina seolah dalam keadaan baik-baik saja. 

Dengan kondisi terjajah dan blokade, memberitakan kebenaran bukanlah hal yang mudah bagi para jurnalis Palestina. Lalu bagaimana kondisi sesungguhnya di sana? 

Beruntung, Rabu (4/11/2020) siang kemarin, saya berkesempatan mengikuti bincang-bincang hangat secara online melalui aplikasi zoom dengan Busyra Jamal Ath-Thaweel, seorang wartawan perempuan Al Quds yang pernah empat kali ditawan oleh Israel.

Bushra sengaja dihadirkan oleh  Adara Relief International (Adara) -- lembaga penyalur bantuan Palestina, khususnya untuk perempuan dan anak-anak Palestina, untuk menceritakan secara kondisi riil di lapangan langsung dari mulut seorang jurnalis.

Gadis berusia 22 tahun ini mengungkapkan kisahnya dalam bahasa Arab yang kemudian diterjemahkan oleh pihak Adara. Busyra bercerita ia termotivasi menjadi seorang jurnalis berangkat dari kisah kelam yang dialsmi keluarganya sendiri yang berulang kali ditawan penjajah Israel. 

Sejak ia lahir sampai berusia 6 bulan, ayah Busyra dideportasi. Selama kurun waktu 14 tahun, ayahnya juga ditangkap 8 kali sebagai tahanan administratif. Termasuk juga ibunya.

Saat ia sakit keras, Busyra pernah menjadi tawanan Israel. Rumitnya aturan militer Israel membuatnya dan para tawanan lainnya sulit mendapatkan perawatan yang memadai. Akibatnya, tidak sedikit para tawanan yang mengalami gangguan kejiwaan karena mendapatkan perilaku yang tidak pantas selama di penjara. 

Dokumen pribadi

Penderitaan-penderitaan itulah yang mendorongnya untuk mempelajari ilmu jurnalistik. Ia ingin mengubah kondisi para tawanan dan penderitaan keluarganya. Ia ingin menyuarakan penderitaan tersebut melalui media agar sampai ke seluruh penjuru dunia. 

Busyra lantas membentuk organisasi Aneen al-Qaid Network. Ini adalah wadah media yang peduli dengan permasalahan tawanan Palestina, yang dibentuknya usai lulus dari Modern University College di kota Ramallah pada 2013. Organisasi ini beranggotakan para mantan tawanan, jurnalis, ahli hukum, dan aktivis kemanusiaan laki-laki dan perempuan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline