Tadi pagi saya menghadiri undangan Focus Group Discussion bertema "Optimalisasi Entrepreuneur Center dalam Pendampingan Usaha Mikro Penerima Banpres Produktif" di salah satu hotel di bilangan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat.
Dalam undangan yang saya terima di WhatsApp saya, kegiatan ini diadakan oleh Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), dengan jumlah peserta yang dibatasi.
Ini adalah aktifitas pertama saya sejak Gubernur DKI Anies Baswedan menarik rem darurat dan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat. Meski agak khawatir dengan penyebaran Covid-19, tapi saya tetap berangkat.
Saya penasaran juga sih, ingin melihat bagaimana situasi dan kondisi Jakarta saat ini. Bagaimana hotel menyikapi kebijakan itu mengingat kegiatan diadakan di hotel. Dengan membaca bismillah saya pun berketetapan hati memenuhi undangan itu.
Diskusi yang dimulai pukul 09.00 WIB itu berlangsung hingga siang. Panitia sudah mengingatkan saya sebelum pulang makan siang terlebih dulu. "Oh boleh ya makan di tempat? Bukankah makanan disimpan dalam kemasan untuk dibawa pulang?" Tanya saya dalam hati.
Kebetulan makanan prasmanan atau buffet disajikan di dekat ruang kegiatan, bukan di area restoran. Di meja disediakan botol hand sanitizer untuk membersihkan tangan. Mungkin protokol kesehatan Covid-19 harus begini meski di dekat pintu ruangan juga disediakan hand sanitizer.
Lazimnya hidangan yang disajikan secara prasmanan, saya pun mengambil makanan yang kira-kira sesuai dengan selera lidah saya. Ketika saya baru mengambil nasi putih, macaroni daging, dan tumis cumi, saya "dihadang" oleh pegawai hotel (waiter?)
"Bu, ada yang bisa saya bantu? Ibu mau makan apa aja. Sini saya yang ambilkan. Peraturannya pegawai hotel yang mengambilkan makanan bu, bukan tamu hotel," kata pegawai hotel dengan seragam khas celemek dan topi yang agak memanjang, yang berdiri persis di depan saya dan memegang piring saya.
Dari sorot matanya saya melihat ada rasa kaget ketika melihat saya mengambil makanan sendiri. Seperti ada rasa bersalah karena membiarkan ini bisa terjadi.
"Oh, begitu ya. Jadi nggak boleh ambil sendiri? Harus sama petugas? Oh peraturannya begitu ya? Protokol kesehatannya begitu?" tanya saya memastikan. Ya kan penasaran juga saya. Pria muda yang mengenakan masker, face shield, dan sarung tangan itu pun menjawab iya.
"Tapi ini sudah tanggung, bagaimana?" tanya saya. Lha masa saya harus menyerahkan piring saya kepada petugas? "Oh ya sudah bu, nggak apa-apa dilanjut saja," katanya.