Lihat ke Halaman Asli

Tety Polmasari

TERVERIFIKASI

ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja

Ketika Narkoba Hampir "Menjerumuskan" Saya

Diperbarui: 8 September 2020   19:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

Berita penyanyi Reza Artamevia (dan banyak orang lainnya) yang tertangkap karena mengonsumi narkoba (narkotika dan obat terlarang), membuat saya termenung. Apa yang merasukinya? Tidak terpikirkankah bagaimana anak-anaknya, keluarganya, orangtuanya?

Apakah berita sesama rekan artis yang tertangkap narkoba tidak membuatnya berpikir berkali-kali sebelum memakai obat terlarang itu?

Apa enaknya narkoba ya sampai banyak orang yang kecanduan? Harga narkoba yang mahal tapi masih ada juga yang beli sampai harus menjual barang-barang atau berbuat kejahatan.

Buat apa ya? Kalau buat menenangkan diri kenapa tidak lebih mendekatkan diri saja kepada sang pemilik kehidupan? Kenapa harus lari ke narkoba? Bukannya ke luar dari masalah, yang ada malah tambah masalah.

Bahaya mengenai narkoba sudah sering disuarakan, tapi angka pemakainya bukannya menyusut, yang ada malah meningkat. Persis seperti jumlah perokok, meski sudah ditakut-takuti bahaya merokok dengan menampilkan gambar yang seram, ya dianggap angin lalu saja.

Mungkin karena awal-awalnya penasaran, lalu mencoba. Terlebih setelah diiming-imingi gratis. Karena merasa nikmat dan menenangkan (logika dari mana ya?), kemudian dicoba lagi, sampai akhirnya ketagihan. Begitu barangkali ya?

Saya jadi teringat di awal-awal saya menjadi pekerja lapangan 20 tahun lalu. Waktu itu, ekstasi lagi "naik daun". Saya penasaran seperti apa itu ekstasi? Kenapa disebut butterfly? Apa enaknya sampai  orang mau mengonsumsinya?

Saya ungkapkan rasa penasaran saya ini kepada rekan kerja saya, pria, yang saat itu tengah mengerjakan tugasnya. "Loe benaran penasaran?" tanyanya, yang saya jawab "iya". Selama ini kan saya tahu dari berita-berita dan katanya-katanya.

Lalu rekan kerja saya ini memberikan saya 6 butir tablet berwarna pink dengan gambar kupu-kupu. Terbungkus plastik rapi. Saya baru tahu kenapa disebut butterfly karena pil ekstasi itu bergambar timbul kupu-kupu.

Bentuknya mirip seperti vitamin C tablet yang sering saya isap ketika sariawan, yang warnanya kuning. "Apa rasanya seperti itu?" tanya saya dalam hati sambil berkali-kali mengamati tablet itu.

"Kalo gue minum, nggak apa-apa?" tanya saya yang dijawab, "Kagakkkk". Rekan saya ini tersenyum lebar. Maklum, itu pertama kalinya saya bersentuhan dengan ekstasi. Benar-benar menyentuhnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline