Lihat ke Halaman Asli

Tety Polmasari

TERVERIFIKASI

ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja

Begini Cara Saya "Berperilaku Cerdas di Tengah Ketidakpastian"

Diperbarui: 26 Juni 2020   19:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Saya tidak tahu, apakah yang saya sampaikan ini merupakan perilaku "cerdas di tengah ketidakpastian"? Saya hanya ingin berbagi pengalaman bagaimana bersikap dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini yang sampai sekarang belum juga berakhir. Yang pasti saya bersyukur Allah telah menciptakan saya menjadi saya yang "tidak neko-neko".

***

Syukurlah saya bukan tipe orang yang gampang panik. Mungkin karena saya pekerja lapangan yang sudah saya tekuni selama 25 tahun terakhir ini dan kerap melihat keadaan di sekitar sehingga cukup "mendewasakan" saya dalam berpikir dan bertindak. Bagi saya kepanikan akan mengikis nalar kewarasan saya sehingga menyulitkan saya untuk berpikir jernih.

Kebetulan pula saya bukan tipe perempuan yang "lapar mata" atau konsumtif, yang belanja ini belanja itu tanpa perhitungan. Saya bukan tipe orang yang suka beli-beli barang yang tidak sesuai skala prioritas atau sesuai kebutuhan. Saya selalu mengajarkan anak-anak saya untuk berbelanja sesuai kebutuhan, bukan sesuai keinginan. Terlebih dalam keadaan pandemi Covid-19. Karena faktanya, apa yang kita inginkan belum tentu sesuai dengan yang kita butuhkan.

Dan, kebetulan juga saya bukan tipe perempuan yang suka menghabiskan waktu yang tak jelas atau menyediakan waktu khusus untuk nongkrong. Saya lebih suka menghabiskan waktu bersama anak-anak di rumah. Jadi, setelah menuntaskan tugas pekerjaan, saya lebih memilih pulang daripada "mampir-mampir", kecuali untuk urusan pekerjaan.

Bagi saya berkumpul bersama kawan-kawan yang berbeda kantor dalam satu kegiatan yang sama dalam rangka pekerjaan, saya artikan sama saja dengan nongkrong atau hang out. Ini menjadi hiburan tersendiri buat saya. Biasanya, kegiatan yang kami hadiri di lokasi berbeda-beda. Kadang di mall, sekolah, pasar, perkantoran, kafe, restoran, hotel, tempat wisata, bank, terminal, pelabuhan, bandara, kampus, bahkan di tempat kumuh sekalipun semisal tempat pembuangan sampah atau lokasi kebakaran.

Semuanya itu saya anggap ya nongkrong. Bekerja sambil hang out sambil berkumpul bersama kawan-kawan sambil bercerita, bercanda, tertawa, plus mendapat wawasan tambahan atas hasil kerja hari itu. Tentunya sambil ditemani aneka kudapan dan minuman. Saya happy, kawan-kawan saya happy. Keluarga saya happy. Semua happy.

Jadi, ketika pandemi Covid-19 memaksa kita akhirnya harus "lock down" ya saya tidak panik. Saya biasa-biasa saja. Toh selama ini pekerjaan saya juga tidak mengharuskan saya harus ke luar rumah setiap hari. Tergantung penugasan saja. Kalau tidak ada penugasan ya saya stay at home. Laporan saya kerjakan di rumah. Jadi kalau selama tiga bulan lebih di rumah saja, ya saya anggap saja saya sedang tidak ada penugasan ke lapangan, meski kerja tetap dari rumah (work from home).

Kalau pun ada rasa khawatir menurut saya masih dalam batas wajar. Saya artikan masa pandemi ini waktunya saya untuk lebih banyak meluangkan waktu untuk anak-anak. Lebih mempererat bonding saya dengan anak-anak, juga suami. Jadi, bisa mendampingi anak-anak mengerjakan tugas-tugas sekolah atau mendengarkan segala keluh kesahnya. Saya ajak anak-anak untuk lebih mendekatkan diri dengan Allah, Tuhan Pemilik Kehidupan.

Terkadang kepala saya mumet juga ketika saya mendapati anak-anak bercanda yang ujungnya "bertengkar" dan ada yang menangis, biasanya anak bungsu saya yang baru berusia 9 tahun. Sebisa mungkin membawa suasana yang nyaman karena kenyamanan juga mempengaruhi daya tahan tubuh.

Ketika saya melihat orang-orang memborong kebutuhan pangan, di awal-awal pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), saya tidak lantas latah ikut-ikutan. Saya malah heran, apakah harus sampai sebegitunya? Dengan memborong banyak makanan? Saya hanya tidak ingin kalau bersikap seperti itu akan membuat barang-barang jadi langka, kalau pun ada harganya pasti mahal. Tentu yang ngomel bukan orang banyak, tetapi saya juga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline