Lihat ke Halaman Asli

NENG RESTI TRIYOLANDA

Neng Resti Triyolanda

Mampuhkah Pemerintah Menyelamatkan dan Mengendalikan Perekonomian Tanah Air dari Jurang Resesi?

Diperbarui: 26 November 2020   20:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia dinyatakan mengalami resesi ekonomi setelah Badan Pusat Statistik ( BPS) melaporkan pertumbuhan Produk Domestic Bruto (PDB) mencapai minus 3,49% secara tahunan ( yoy). Setelah laju ekonomi dikuartal II -2020 yaitu  minus 5,32%.


Setelah terjadi kontraksi selama dua kuartal berturut-turut secara tahunan membuat Indonesia resmi menyandang status resesi untuk yang pertama kali sejak 1999 atau 21 tahun silam.


Resesi ini terjadi karena imbas dari pandemi covid-19 yang sedang melanda tanah air bahkan hampir semua negara di dunia mengalami krisis  bahkan resesi ekonomi. Tetapi, krisis dan resesi ekonomi itu merupakan dua hal yang berbeda.


Ekonom dari institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menjelaskan resesi berbeda dengan konsep krisis ekonomi. Bhima menjelaskan bahwa resesi adalah penurunan pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal berturut-turut. Bahkan, sebuah Lembaga penelitian di AS, National Bureau of Economic Research (NBER) mendefinisikan resesi sebagai indikasi rendahnya daya beli masyarakat secara umum dan naikknya angka penggangguran. Sedangkan krisis ekonomi adalah situasi dimana terjadi penurunan beberapa indikator ekonomi.


Dampak yang terjadi dari resesi bisa lebih besar dan luas dibandingkan dengan krisis. Selain itu, waktunya pun bisa lebih Panjang.
Presiden Joko Widodo dalam pidato era APBN sudah menyampaikan target pertumbuhan ekonomi tahun 2021 sebesar 4,5 % sampai 5,5 %. Dalam kondisi covid-19 yang naik turun saat ini apakah kemudian target itu realistis? 

Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi pada situasi ekonomi dikuartal II dan masuk ke kuartal III tidak ada perbedaan masih ada sektor yang mengalami tekanan terus menerus dan ada juga sektor yang mengalami pertumbuhan yang baik terus naik dikuartal III.

Direktur eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) membeberkan beberapa sektor yang masih tetap tumbuh dan yang masih tertekan di kuartal III 2020 diantaranya sektor industri tetap negatif, pertanian positif, perdagangan negatif, konsumsi negatif, pertambangan negatif, dan jasa keuangan justru malah terpuruk padahal sektor keuangan merupakan hal yang sangat penting dalam perekonomian. Jika sektor perekonomian sudah krisis atau resesi maka perekonomian sudah goyah. Sehingga ekonomi Indonesia bisa terus tumbuh minus di tahun 2020 jika belum optimalnya upaya pemerintah dalam penangani dampak dari pandemi covid-19 ini. Sehingga diperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal IV akan minus 2 persen secara year to year (yoy).


Walaupun sebenarnya ada empat kebijakan pemerintah yang harus dan sudah  dilakukan dalam mengatasi perekonomian yang minus ini seperti mempercepat belanja pemerintah baik untuk modal maupun untuk pemulihan ekonomi nasional, melakukan bantuan sosial untuk memulihkan sektor konsumsi, menciptakan lapangan kerja seperti membangun infastruktur tenaga kerja, dan menerapkan protokol Kesehatan yang ketat dalam sektor ekonomi. Upaya ini pun harus dilakukan  dengan baik dan cepat agar pertumbuhan ekonomi negatif dikuartal IV tidak akan terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline