Jepret sana-jepret sini tentunya menjadi hobi kompasianers yang senang menayangkan artikel terkait realitas sekitar. Bahkan bagi mereka yang tadinya tidak atau kurang gemar akan dunia fotografi. Ah istilah fotografi terlalu keren bagi saya yang cuma jepret iseng tanpa ilmu. Pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, area parkir, pom bensin, toilet umum, jalan raya, bahkan olahan masakan sendiri menjadi media yang sangat berarti dan menjadi sasaran berharga dari aktifitas jepret yang menyenangkan dan tak terpisahkan. Tentu tujuannya untuk sebuah akurasi informasi yang akan dibagikan kepada khalayak melalui media warga Kompasiana. Kadang saya pun geli sendiri ketika melakukannya, terkesan maksa banget karena mencuri-curi target gambar yang sebenarnya tidak boleh diambil. Ahaha
Untungnya, hobi baru (kecanduan?) Jepret sana-sini, bukan hanya monopoli Kompasianers. Di luar sana, meski bermodal hp kamera seadanya, banyak juga yang melakukannya. Apa pun dijepret, bahkan sekadar semut keinjek kucing. Tetapi tetap saja ada bedanya, jika target orang kebanyakan adalah melulu yang menarik pandangan mata, Kompasianers justeru mencari-cari sesuatu yang aneh, nyeleneh, dan 'mengusik' rasa ingin tahunya. Bedanya lagi, jika orang kebanyakan mengambil gambar hanya karena hobi atau iseng semata kemudian mendokumetasikannya begitu saja, Kompasianers melakukan lebih dari itu, setiap detil gambar yang diambil memiliki cerita yang sudah berputar di kepala manakala gambar-gambar itu menjadi target jepretannya. Ada bayangan hl, HL, TA, dan ter-ter lainnya. Hayo ngakuuuu!
Seorang teman yang tahu kegiatan saya ngompasiana, jadi mafhum saat saya menjepret sesuatu. Dia akan segera bilang "ditunggu reportasenya ya!" Saya hanya tertawa saja. Dia malah lebih narsis lagi, selfie banget! Walau begitu, saya termasuk orang yang teramat selektif jepret, hanya untuk hal-hal yang memang benar-benar menarik bagi saya dan seringnya justeru dipandang tidak menarik oleh teman saya ini. Ah, memang dasarnya kita berbeda. Saya pun, lebih sering menikmati hasil jepretan untuk diri sendiri saja, karenanya saya hampir tak pernah menggunakannya di Kompasiana.
Kompasiana telah menjadikan warganya berbeda dengan orang kebanyakan di luar sana. Ketika orang di luar sana hanya melakukan jepretan-jepretan kosong atau kalaupun bermakna, itu tak menarik mereka untuk mengeksplornya menjadi jalinan cerita. Seorang Kompasianer tak pernah kehilangan ide dan kreatifitasnya. Sedikit dokumentasi gambar mampu memantik daya kreatifitasnya menciptakan jalinan cerita yang mampu berbicara bahkan tak jarang menimbulkan decak kagum pembacanya.
Tak hanya itu, seorang Kompasianer akan mencari data lebih dalam setiap peristiwa dari narasumber dadakan yang ditemuinya. Saat makan di warteg, jadi hobi mewawancarai sesama pengunjung atau pemilik wartegnya, jadi nyinyir tanya ini-itu sambil curi-curi jepret menu makanan dan pelanggan serta pemilik wartegnya. Saat ngebecak, abang becaknya ditanya segala macam yang tanpa disadari oleh narasumbernya bahwa mereka tengah menjadi target kreatifitas Kompasianer. Ahaha... Lebay banget tapi cerdas bukan?
Kembali saya bersyukur menjadi bagian Kompasiana karena di sini saya dapat menuangkan setiap ide yang ada di pikiran meski isinya cuma curhat alakadarnya. Bahwa Kompasianers itu bukan warga biasa lagi dan bahwa Kompasianers itu rela narsis demi sebuah akurasi tulisannya.
Salam dan tetap semangat menulis!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H