Dalam proses belajar, mengamalkan teori Bunyamin Bloom tentang Psikologi Pendidikan merupakan pilihan tepat. Di mana proses belajar tidak hanya sebatas pada aspek kognitif saja. Tidak hanya sebatas untuk memintarkan dan mencerdaskan otak saja. Tapi juga menyentuh pada aspek afektif yang di dalamnya selalu melibatkan rasa. Karena apa? Belajar tanpa melibatkan perasaan akan sangat terasa hambar dan tak bermakna.
Itulah kenapa mungkin Tuhan ciptakan hati agar bisa melatih dan mempertajam empati diri. Hati yang bersih dari segala macam penyakit sangat dibutuhkan guna lancarnya proses penyerapan ilmu yang sedang kita pelajari.
Makanya, dalam Islam dianjurkan bagi setiap Muslim untuk bertaubat dan menyucikan diri (QS. 2:222), karena hati yang kotor dan penuh karat (banyak dosa dan penyakit) akan sedikit terhambat dalam proses penyerapan ilmu, sehingga boro-boro bisa mengamalkan ilmu yang telah dipelajari, untuk peduli dan memaknai ilmu saja tidak mau.
Selanjutnya, setelah bisa memaknai dan mengambil sikap terhadap ilmu yang telah dipelajari (afektif), cobalah agar dapat mensinkronkan antara aspek kognitif dan afektif itu melalui aspek terakhir yaitu aspek psikomotorik.
Jika aku tau bahwa korupsi itu haram, dan aku bersikap jijik terhadap hal-hal yang dapat mendekatkanku pada korupsi (misal nyontek, dlsb wkwk) tapi aku malah melakukan korupsi, itu artinya aku belum bisa konsisten dalam ketiga aspek itu. Aku masih munafik dan belum bisa istiqomah (bahasa Islamnya).
Jika aku tau bahwa zina dan khamar itu haram, lalu hatiku berkata aku tak akan melakukan itu karena aku takut dosa dlsb, tapi aku masih melakukan hal-hal yang mendekatkanku padanya, berarti aku belum bisa menyelaraskan aspek psikomotorik ini dengan dua aspek sebelumnya. Tindakan aku masih belum seiring dengan ilmu yang telah diketahui dan keyakinan yang telah dimiliki.
Nah.. Makanya menurutku, tiga aspek ini sangat penting untuk diperhatikan, mengingat tujuan pendidikan secara filosofis disamping untuk mencerdaskan manusia, di sisi lain juga adalah untuk mengubah karakter manusia yang tidak baik menjadi baik.
Apalagi dalam Islam dikatakan bahwa manusia itu adalah wakil Tuhan di muka bumi (QS. 2:30), maka ketiga aspek itu sangat penting untuk diselaraskan, guna memantaskan diri sebagai manusia yang dapat memantulkan sifat-sifat Tuhan (Insan kamil) di muka bumi.
Penulis : Neng Ainy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H