Lihat ke Halaman Asli

Nur Maila Assaadah

Blog Personal

Tradisi Manganan di Punden Leluhur Desa Lebak

Diperbarui: 21 April 2020   09:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lebak- Manganan merupakan salah satu tradisi yang ada di Desa Lebak. Tradisi ini biasanya digelar pada hari Senin Pahing pada bulan Apit menurut penanggalan kalender Jawa. Tepatnya  setelah masa panen.

Tradisi manganan ini digelar secara turun-temurun dari aman dahulu hingga sekarang. Tak ada yang tahu pasti sejak kapan tradisi ini digelar. Saat tradisi manganan ini digelar, seluruh warga akan berbondong-bondong datang membawa nasi ancak untuk dimakan bersama-sama setelah berdoa. Selain itu banyak juga warga yang datang sambil membawa hewan ternak seperti sapi, kerbau, dan kambing. Hal ini bertujuan untuk memenuhi nadar. Menurut kepercayaan warga, binatang ternak yang sakit bisa disembuhkan setelah dinadari akan diajak nonton joget ke punden Mbah Madinah (danyang desa Lebak).

Masyarakat mempercayai bahwa dengan mengadakan tradisi mangan ini guna untuk tolak balak karena suatu ketika dalam satu tahun tidak diadakan tradisi manganan juga sedekah bumi banyak hewan ternak masyarakat yang sakit dan ada juga yang mati secara tiba-tiba. Masyarakat berkeyakinan bahwa penyakit yang menyerang hewan ternak mereka merupakan akibat dari tidak di adakannya slametan manganan.

Acara dimulai dengan Arak-arakan hewan ternak. Ini termasuk serangkaian dari acara manganan. Hewan yang akan diluarkan nadarnya akan dibawa maju ke sesepuh desa yang bertugas dan sesepuh akan mengusap-usap hewan itu dengan air kembang. Biasanya warga akan diminta membayar pelawangan karena telah meluarkan nadar tersebut. Menurut Ndori selaku penjaga mengatakan "hal ini dilakukan untuk membayar janji istilahnya."

Setelah arak-arakan hewan selesai dilakukan, acara akan dilanjutkan dengan tayub atau joget. Para orang tua biasanya akan menari (pethon) bersama para sinden. Ini sebagai bentuk rasa syukur yang dirayakan dengan bersenang-senang. Setelah tayub dilakukan maka seluruh warga akan berdoa yang dipimpin oleh pemuka agama. Berdoa sebagai rasa syukur atas hasil panen dan juga agar dijauhkan dari segala macam balak. Setelah berdoa, warga akan makan bersama-sama bekal ancak yang telah dibawa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline