Lihat ke Halaman Asli

Pemuda, Riwayatmu Kini

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa aku pikirkan tentang pemuda?

Apa aku harus menjawabnya? Mungkin sebenarnya tidak penting apa jawaban. Tapi entah mengapa aku ingin sekali menulis tentang pemuda. Bisa jadi karena aku masih muda.

Jika bicara tentang pemuda, selalu saja melibatkan kalimat "agent fo change". Ujuk-ujuk akhirnya membahas perubahan itu sendiri.  Sering pula malah asyik memoar kisah sang pejuang. Pejuang kemerdekaan negeri ini misalnya. Atau "pemberontak" yang mampu melepaskan (paling tidak melonggarkan) ikatan tirani pemerintahan pada rakyat jelata dan rakyat jelita. (jelata ;laki2, jelita; perempuan). Parahnya kadang proses pertama pembentukan "agent of change" itu sendiri ke asyikan hanya dalam sebuah cerita, layaknya kisah dongeng.

Ketika di kisahkan bagaimana heroiknya perebutan kemerdekaan negara ini, ada saja yang ketiduran. Ketika diminta menceritakan ulang, bagaimana peristiwa G30SPKI menjadi peristiwa yang begitu menakutkan? Apa sih dibalaik kisah itu? Yang dtanya bengong aja. Padahal ini pelajaran sejarah untuk anak SMP. Menggelikan dan "miris" tentu saja.

Lalu tak hanya sampai disitu. Keparahan berikutnya juga muncul dari kejumudan pemuda. Stagnan. Dikiranya proses perubahan itu hanya bisa di awali di dalam kampus. Non Sense!.

Eit tunggu dulu.

Jangan marah. Saya hanya ingin menyampaikan apa yang ingin saya sampaikan. Memang benar perubahan tidak hanya bisa dilakukan didalam kampus. Kampus hanya miniatur dari satu kehidupan sosial. Saya ulangi "miniatur dari satu kehidupan sosial". Menyedihkannya predikat anak kampus dengan gelar "Mahasiswa" malah tergelincir kearah "Kemaha-an" yang sebenarnya tak pantas di sandang.

Ya! Jika mereka bangga dengan gelar tersebut maka "Kampus akan jadi PENJARA" baginya. Ruang geraknya akan terbatas. Sangat terbatas.

Maka dari itu kampus bukan sebagai tempat bergerak. Kampus semestinya adalah tempat pengkaderan. Maka tidak layak pemuda hidup dalam kampus. apalagi mencari penghidupan.

semestinya pemuda itu memiliki ruang gerak yang luas. Seperti sebuah kebabasan, Pemuda membutuhkan tempat yang teramat luas dengan beragam pilihan. Dan tempatnya jelas bukan di dalam kampus.

Menjadi bagian “langsung” dari masyarakat  adalah jawabannya. Bergaul langsung dengan Masyarakat. Turun Kelapangan. Berdialong dengan masyarakat. Temukan kebutuhan mereka dan rangkul dengan solusi pemuda yang jelas ber “intelektual”. Begitulah semestinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline