Lihat ke Halaman Asli

Efektifkah Penggusuran Dolly Atau Bahkan Memperkeruh ?

Diperbarui: 18 Juli 2024   12:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Indonesia adalah negara yang sangat akan dikenal dengan sifat ketradisionalan. Terdiri atas berbagau macam suku, budaya, bahasa, ras dan agama. Hal itulah yang membuat negara ini sangat berbeda dan memiliki ciri khas tersendiri diantara negara lainnya. Dengan adanya perbedaan itulah banyak sekali warga asing dari berbagai negara yang penasaran dan ingin tau lebih dalam mengenai Indonesia. 

Namun, ada hal unik dari negara ini dan mungkin di beberapa negara lain juga sama, Indonesia adalah negara yang didalamnya masih membedakan antara perempuan dengan laki-laki. Ketidakadilan itu masih sering terjadi, bahkan tidak sedikit perempuan yang mengubur dalam-dalam mimpinya karena mereka tidak memiliki kesempatan. Banyak diantara mereka yang memposisikan bahwa seorang perempuan adalah kaum yang lemah, kaum yang tidak bisa apa-apa bahkan kalangan menganggap perempuan tidak dapat hidup dengan laki-laki serta, untuk sekedar melanjutkan pendidikan saja banyak diantara kami yang tidak mampu untuk bisa sampai kesana.

Kasus yang sering terjadi di Indonesia  mengenai masalah perempuan sudah cukup familiar yaitu Pelecehan seksual. Pelecehan yang sering dilakukan atau penindasan yang selalu diberikan membuat posisi perempuan semakin lemah dan tidak berdaya bahkan ada yang menganggap bahwa bentuk pelecehan tersebut bisa dijadikan sebuah jenis pekerjaan yang dapat menghasilkan sebuah uang untuk memenuhi kebutuhan dengan cara memenuhi hasrat atau menjual tubuhnya kepada pelanggaran. Dikalangan masyarakat Indonesia perempuan yang menyewakan atau menjual tubuhnya itu dianggap seperti sampah masyarakat karena perbuatan itu juga dapat meresahkan masyarakat sekitar dan mengnggu aktivitas masyarakat sekitarnya.

Kasus pekerja seks komersial (PSK) di Surabaya khususnya dikawasan lokalisasi dolly telah lama menjadi perbincangan hangat. Kompleksitas isu ini tidak hanya menyangkut aspek hukum dan moral, tetapi juga erat kaitannya dengan perspektif gender dan feminism dalam politik global. Pandangan feminism memandang bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dan setara. 

Dalam konteks PSK, perspektif ini menekankan pentingnya memahami latar belakang masalah yang mendorong perempuan terlibat dalam praktik prostitusi seperti kemiskinan, diskriminasi gender, dan kurangnya akses terhadap peluang ekonomi.

Feminism marxis memandang PSK melalui kritik feminis sosial dengan melihat hubungan antara mucikari dan pelacur sebagai analog hubungan antara borjuis dan proletar. Sama seperti proletar yang tenaganya dieksploitasi oleh borjuis, pelacur juga mengalami eksploitasi seksual oleh mucikari dan pelanggannya. Marxisme berpandangan tentang prostitusi bahwa, pertama prostitusi dipandang sebagai pekerjaan berupah dan fenomena kelas. Keadaan ekonomi yang buruk dan sulitnya mendapatkan pekerjaan menjadi salah satu alasan perempuan menjual diri. Kedua, PSK dianggap sebagai korban alienasi dimana mereka menjual tubuh dan seksualitas mereka demi orang lain bukan untuk diri mereka sendiri. Seksualitas perempuan dalam kapitalisme dianggap sebagai komoditi, mengurangi nilai kemanusiaan mereka berdasarkan nilai pasar.

Penutupan lokalisasi dolly menjadi suatu sejarah penting dalam upaya pemberantasan  prostitusi di Surabaya. Namun, langkah ini tidak dapat terhindar terhadap sebuah kritik terutama dari para aktivis feminis yang mempertanyakan solusi jangka panjang bagi para PSK. Penutupan lokalisasi dikhawatirkan mendorong praktik prostitusi tersembunyi dan membahayakan PSK. Disisi lain, upaya reintegrasi dan rehabilitasi yang disediakan pemerintah dinilai belum optimal dan minim dukungan.

Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat yang berada di lokalisasi Dolly adalah terkait profesi atau pekerjaan warga yang sebelumnya berprofesi sebagai pemilik wisma dan pemilik lahan parkir di Dolly. Kemudian setelah terjadi penutupan tahun 2014, profesi Masyarakat disana berubah menjadi yang sebelumnya pemilik wisma menjadi rumah makan seperti warteg, warkop, ruko-ruko, toko bahan bangunan,dan toko pembuatan batu nisan. Penduduk pendatang yang ada dilokalisasi kebanyakan bekerja di wisma-wisma yang ada di Dolly sebagai PSK, setelah ada kebijakan penutupan dari Kota Surabaya,sebagian besar mereka kembali ke tempat asal mereka, sedikit yang masi bertahan di Putat Jaya. Selain itu terdapat pula penduduk pendatang yang menetap di Putat Jaya karena telah memiliki usaha baru di wilayah tersebut

Selain perubahan sosial juga terdapat perubahan ekonomi yang terjadi pada masyarakat sekitar berpengaruh terhadap pendapatan atau penghasilan dari pekerjaan di dalam lokalisasi, masyarakat yang berprofesi pemilik wisma, salon, hotel atau lahan parkir. Setelah penutupan lokalisasi berali profesi menjadi rumah makan seperti warteg, warkop, ruko-ruko, toko bahan bangunan, pemilik kosan, air galon isi ulang dan toko pembuatan batu nisan. Karena peralihan ekonomi tersebut pendapatan berkurang tidak sebesar pendapatan sebelum penutupan. Penghasilan sebelum penutupan juah lebih menguntungkan dari pada pekerjaan setelah penutupan. Perubahan ekonomi masyarakat pendatang, yang ada dilokalisasi kebanyakan bekerja di wisma-wisma yang ada di Dolly sebagai PSK, setelah ada kebijakan penutupan dari Kota Surabaya, sebagian besar mereka kembali ke tempat asal mereka, sedikit yang masi bertahan di Putat Jaya. Selain itu terdapat pula penduduk pendatang yang menetap di Putat Jaya karena telah memiliki usaha baru seperti pemilik warkop, warung makan bakso dan rawon di wilayah tersebut

Perubahan sosial yang terjadi pada Masyarakat disekitar lokalisasi Dolly, dikarenakan memang Masyarakat disana yang mulai sadar tentang bahaya lokalisasi dan juga karena penutupan lokalisasi Dolly yang dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya. Penutupan yang dilakukan oleh pemerintah Surabaya memang tepat dilakukan dengan bergitu maka masyarakat disana tidak lagi menggantungkan kehidupan mereka pada tempat lokalisasi, disamping itu juga perubahan-perubahan sosial yang terjadi sana juga mengarah pada perubahan yang positif dimana warga disana tidal lagi bergantung pada tempat lokalisasi dan mampu membuka usaha sendiri, masyarakat disana tidak lagi bersifat konsumtif, masyarakat tidak lagi menghambur-hamburkan uang mereka di tempat lokalisasi. Perubahan sosial masyarakat yang positif ini tentunya adalah tujuan utama dari penutupan lokalisasi yang dilakukan oleh pemerintah Surabaya.

Berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang lebih adil dan aman bagi perempuan, sehingga diharapkan mereka terhindar dari praktik eksploitasi serta dapat mencapai potensi penuh mereka pertama, Penegakan hukum yang adil dan berpihak pada perempuan, termasuk menindak tegas pelaku eksploitasi dan perdagangan manusia. Kedua, Penyediaan program rehabilitasi dan reintegrasi yang efektif, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan aspirasi para PSK. Ketiga, Pemberdayaan ekonomi perempuan, melalui pelatihan dan akses terhadap peluang kerja yang layak. Keempat, Kampanye edukasi publik tentang kesetaraan gender dan bahaya prostitusi. Kelima, Pengembangan kebijakan yang sensitive gender, dengan melibatkan perempuan dalam proses pembuatan dan implementasi kebijakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline