Lihat ke Halaman Asli

neneng salbiah

Jika ada buku yang ingin kau baca, namun kau tak menemukannya, maka kaulah yang harus menulisnya!

Sayap Jibril di Punggung Rasulullah

Diperbarui: 7 Juni 2024   12:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar Bing Image kreator digital Ai

SHALAT Subuh berjamaah memang selalu banyak rintangannya. Tapi Ali Bin Abi Thalib berusaha terus dalam kondisi apa pun untuk berjamaah di masjid. Hingga halangan pun dimudahkan oleh Allah Azza Wa Jalla.

Pagi hari itu, Ali bin ABi Thalib bergegas bangun untuk mengerjakan Shalat Subuh berjamaah di masjid bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Rasulullah tentulah sudah berada di sana. Rasanya, hampir tidak pernah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam keduluan orang lain dalam berbuat kebaikan. Tidak ada yang istimewa karena memang inilah aktivitas yang sempurna untuk memulai hari, dan bertahun-tahun lamanya Ali bin Abi Thalib sudah sangat terbiasa.

Langit masih gelap, cuaca masih dingin dan jalanan masih pula diselimuti kabut pagi yang turun bersama embun. Ali melangkahkan kakinya tergesa-gesa menuju masjid. Dari kejauhan, lamat-lamat sudah terdengar suara Bilal memanggil-manggil dengan adzannya yang berkumandang merdu ke segenap penjuru dan sudut-sudut kota Madinah.

Namun, belumlah begitu banyak langkahnya, ketika Ali bin Abi Thalib berada di jalan setapak menuju tempat jamaah yang jaraknya masih cukup jauh, ternyata di hadapannya ada sesosok tubuh. Ali mengenalinya sebagai seorang kakek tua yang beragama Yahudi. Kakek tua itu melangkahkan kakinya teramat pelan sekali. Itu mungkin karena usianya yang telah lanjut. Tampak sekali ia sangat berhati-hati dan tergopoh-gopoh menyusuri jalan.

Ali sebenarnya sangat tergesa-gesa. Ia tidak ingin ketinggalan mengerjakan shalat tahyatul masjid dan qabliyah Subuh sebelum bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat lainnya melaksanakan shalat berjamaah.

Ali paham benar bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengajarkan supaya setiap umat muslim menghormati orang tua. Siapapun itu dan apapun agamanya. Maka, Ali pun terpaksa berjalan di belakang kakek itu. Tapi apa daya, si kakek berjalan amat lamban, dan karena itu pulalah, langkah Ali pun sangat pelan jua. Kakek itu lemah sekali, dan Ali tidak sampai hati untuk mendahuluinya. Ia khawatir kalau-kalau kakek Yahudi tersebut terjatuh atau kena celaka.

Setelah sekian lamanya berjalan, akhirnya waktu mendekati masjid, langit sudah hampir kuning. Cuacanya pun perlahan-lahan sudah terasa hangat. Kakek itu melanjutkan perjalanannya, melewati masjid dan tidak masuk ke dalamnya sebab tempat ibadah agama Yahudi adalah di sinagog.

Ketika Ali memasuki masjid, Ali menyangka Shalat Subuh berjamaah pastilah sudah usai. Ia bergegas. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya, Ali terkejut sekali---bercampur gembira. Nabi dan para sahabat masih rukuk pada rakaat yang kedua. Ini berarti Ali pun masih punya kesempatan untuk memperoleh shalat berjamaah. Jika masih bisa menjalankan rukuk bersama, berarti masih kebagian satu rakaat.

Sesudah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengakhiri shalatnya dengan salam, lalu melakukan dzikir bersama-sama dan selesai berdoa, Umar bin Khattab yang memang merasa aneh dengan kejadian yang baru lewat, memberanikan diri untuk bertanya kepada Rasulullah. Ia pun menghampiri Rasulullah.

"Wahai Rasulullah, mengapa hari ini Shalat Subuhmu tidak seperti biasanya? Ada apakah gerangan?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline