Dalam kehidupan sehari-hari, kata 'lembaga' dan 'pranata' sudah tidak asing lagi bagi banyak orang. Sebagian orang menganggap istilah lembaga identik dengan pranata, sementara yang lainnya menganggap pranata adalah institusi (institution) yang merupakan sistem norma atau aktivitas masyarakat yang bersifat khusus dan lembaga adalah institut (institute) yang merupakan organisasi atau asosiasi dalam menjalankan pranata, seperti KUA, mesjid, sekolah, partai, CV, dan sebagainya. Berikut dikemukakan pendapat dari beberapa ahli di bidang sosiologi dan antropologi, agar dapat lebih memahami persamaan dan perbedaan istilah 'lembaga sosial' dan 'pranata sosial'.
Menurut Koentjaraningrat (1990): "Lembaga sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas sosial untuk memenuhi komplek-komplek kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat." Pada kesempatan lain Koentjaraningrat menjelaskan lagi definisi lembaga sosial dengan mengatakan bahwa "lembaga sosial atau pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang terpusat pada aktivitas-aktivitas khusus dalam kehidupan masyarakat." Menurut Horton dan Hunt (1991): "Pranata sosial sebagai lembaga sosial, yaitu sistem norma untuk mencapai tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting." Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya istilah lembaga dan pranata memiliki arti yang sama, yakni himpunan norma yang menata serangkaian tindakan atau aktivitas yang dilakukan masyarakat, agar tindakan atau aktivitas yang dilakukan lebih teratur dengan menjadikan lembaga sosial sebagai pedoman.
Lembaga sosial pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang kongkret. Artinya: tidak selalu hal-hal yang ada dalam suatu lembaga sosial dapat diamati, atau dapat dilihat secara nyata (kasat mata). Bahkan, lembaga sosial lebih bersifat konsepsional, artinya, keberadaan atau eksistensinya hanya dapat dibayangkan dalam imajinasi sebagai suatu konsep atau konstruksi yang ada di alam pikiran. Hal yang dapat dilihat dan diamati adalah aktivitas individu-individu yang berada di bawah suatu lembaga/pranata sosial, yang mana aktivitas-aktivitasnya menunjukkan kesamaan tujuan, kesamaan pola, dan kesamaan nilai. Misalnya: Aktivitas orang-orang yang berada di bawah lembaga Pendidikan, menunjukkan kesamaan tujuan, yakni mencerdaskan bangsa, dan terdapat kesamaan pola serta struktur, yaitu adanya pendidik/pengajar dan peserta didik yang melakukan kegiatan pembelajaran, dan di dalam proses pendidikan, terdapat pula keseragaman tindakan serta aktivitas yang merefleksikan nilai-nilai dan norma-norma tertentu.
Proses pelembagaan/ institusionalisasi (institutionalization) norma berjalan melalui empat tahap, pertama cara (usage) yang menunjuk pada suatu perbuatan, atau cara bertingkah laku. Kedua, cara berperilaku berlanjut sehingga menjadi suatu perbuatan berulang atau kebiasaan (folkways). Ketiga, apabila kebiasaan tersebut diterima sebagai norma pengatur kelakuan bertindak, maka di dalamnya sudah terdapat unsur pengawasan, dengan pemberlakuan sanksi (mores). Keempat, tata kelakuan yang semakin kuat dan mengikat para anggotanya yang disebut adat istiadat (custom), dengan pemberlakuan sanksi yang lebih keras.
Dengan kata lain, pelembagaan adalah suatu proses terujinya sebuah kebiasaan dalam masyarakat untuk menjadi institusi/lembaga. Keberhasilan proses institusionalisasi dalam masyarakat akan terbentuk, jika norma-norma kemasyarakatan tidak hanya terlembaga dalam masyarakat, akan tetapi juga sudah terpatri dalam diri (internalized) mayoritas anggota masyarakat.
Fungsi Lembaga Sosial
Secara umum, tujuan utama pranata sosial, selain untuk mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi, juga sekaligus untuk mengatur agar kehidupan sosial warga masyarakat dapat berjalan dengan tertib dan lancar, sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Koentjaraningrat (1990) mengemukakan tentang fungsi pranata sosial dalam masyarakat, sebagai berikut:
- Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah laku atau bersikap di dalam proses pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, muatan-muatan yang ada di dalam pranata sosial, adalah aturan atau kaidah-kaidah sosial yang dapat digunakan oleh anggota-anggota masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
- Menjaga keutuhan masyarakat dari ancaman perpecahan (disintegrasi sosial). Perlu dipahami, bahwa sarana dan prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, jumlahnya terbatas, sedangkan kebutuhan manusia semakin lama justru semakin meningkat, baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan akan sarana dan prasarana, memungkinkan timbulnya persaingan (kompetisi) atau pertentangan/pertikaian (konflik), maka sistem norma yang ada dalam suatu pranata sosial dapat difungsikan untuk menekan kemungkinan terjadinya konflik, dengan cara menata atau mengatur pengadaan dan pendistribusian sarana dan prasarana secara adil dan merata.
- Memberikan pegangan dalam melakukan pengendalian sosial (social control). Sanksi-sanksi atas pelanggaran norma-norma sosial merupakan sarana agar setiap warga masyarakat konformis (menyesuaikan diri) terhadap norma-norma sosial itu, sehingga terwujud ketertiban sosial. Dengan demikian, sanksi yang melekat pada setiap norma itu merupakan pegangan dari warga masyarakat untuk melakukan pengendalian sosial.
Ciri Lembaga Sosial
Menurut pandangan Gillin dan Gillin (1954: 207), ciri-ciri lembaga sosial adalah sebagai berikut.
- Memiliki pola perilaku, yang bisa diartikan sebagai sekumpulan pola pemikiran yang terwujud berdasarkan aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa, di dalam lembaga sosial memiliki atau terdiri atas norma, adat, kebiasaan, dan juga tata kelakukan yang tergabung dalam kesatuan fungsi antara satu dengan yang lainnya.
- Memiliki kekekalan. Lembaga sosial pada umumnya mempunyai daya tahan tertentu, sehingga tidak cepat lenyap dari kehidupan masyarakat. Umur yang relatif lama itu disebabkan karena seperangkat norma yang merupakan isi suatu pranata sosial terbentuk dalam waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, masyarakat berupaya menjaga dan memelihara pranata sosial dengan sebaik-baiknya, apalagi bila pranata tersebut berkaitan dengan nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi.
- Memiliki tujuan. Lembaga sosial mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai atau diwujudkan, misalnya, mengatur hubungan sosial anggota masyarakat, dan sebagainya.
- Memiliki perlengkapan. Lembaga sosial memiliki alat-alat perlengkapan, baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (soft ware) untuk mencapai atau mewujudkan tujuan-tujuan dari lembaga sosial tersebut. Perangkat keras yang dimiliki lembaga sosial, misalnya bangunan mesjid, gereja, kuil, dan biara yang berada di bawah lembaga agama. Adapun perangkat lunaknya berupa aturan-aturan (norma), baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis..
- Memiliki simbol. Setiap lembaga sosial pada umumnya memiliki simbol atau lambang tersendiri, yang memiliki makna representatif. Misalnya gambar timbangan dan palu digunakan sebagai simbol dari lembaga hukum, yang mana gambar timbangan melambangkan keadilan, dan palu melambangkan keadilan tak pandang bulu.
- Memiliki tradisi. Lembaga sosial memiliki tradisi tertulis dan tidak tertulis yang merumuskan tujuan, tata tertib, dan lain-lain. Misalnya, izin kawin dan hukum perkawinan untuk lembaga perkawinan.
Tipe Lembaga Sosial
Tipe-tipe institusi sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut: