Lihat ke Halaman Asli

Jangan Tanya

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jangan tanya mengapa kenangan ini terlihat merah darah. Kita sendiri yang mengiris kulit-- meneteskan titik titik anyir. Kugores kulit lenganmu, mengeluarkan cairan merah-- darah dan kuning nanah. Kau sedia dengan pisau lipat, siap mencabik sisi leherku. Kita tersenggal, dunia berputar. Aku kehabisan nafas,mukamu pias hilang warna. Kau megap-megap tak beraturan. Kerongkonganku panas, kuku-ku mencengkeram bahumu. Kuhela bau amis darahmu. Sesekali kunikmati kernyitan kesakitanmu. Perih di leher makin membakar kesadaranku. Kita berdekatan, bergandengan tangan. Nafasmu makin satu-satu. Betapa hebatnya cinta, saat sakaratul maut menyapa, kau masih juga haus menyentuhku. Jangan tanya mengapa kematian tak lagi menakutkan. Kita sendiri yang berkalkulasi. 4 jam dalam seminggu, kecupan cepat di tanggal tertentu : itulah hitungan waktu kita menyatu Saat kita mati, bersamaan -- abadi Kusulang anggur, semerah darahmu Untuk kemenangan tak terbatasnya lagi waktu Racauan Jogja-Singapura, 12 Desember 2009

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline